Friday, February 12, 2010

Emha Ainun Nadjib

"Apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah. Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian seseorang sehingga ia makin sanggup memahami orang lain?"

Izar Handika

Enam tahun sesekolahan, tapi enggak pernah dekat-dekat amat, paling pas kelas 1 SMP sekelas dan kelas 3 SMA sama-sama jadi ketua kelas. Pendiam, tapi pemikirannya meledak-ledak juga... beberapa inspirasi dari beberapa obrolan dengan seorang Izar


1. Ilusi Negatif



Inilah kegagalan primer para orang-orang yang terbakar semangatnya oleh motivasi dan ajakan berpositif thingking. Kegagalan yang diakibatkan oleh dirinya tidak bisa menghilangkan ilusi negatif. Ilusi negatif apa itu? Ilusi negatif yang mengabarkan pada kita bahwa hari esok akan lebih gampang dari hari ini untuk memulai.

Iya, kan? berapa sering penundaan dengan niat kita bisa lebih sempurna mengawali bila sesuatu itu diawalinya besok justru membuat semuanya tidak berjalan berbeda sama sekali dengan yang kita bayangkan? Bukannya hari besok menjadi timing yang lebih sempurna, justru ketika hari besok datang, mood sudah hilang, semangat sudah memudar, hambar.

Maka itu, belajar untuk tidak sok tahu mengira-ira kalau memulainya besok itu akan lebih sempurna itu penting bagi orang-orang yang ingin sukses. Timing tersempurna ya saat ini.



2. Melupakan yang sudah ada

Banyak orang berusaha mendapatkan yang dia inginkan, termasuk pasangan hidupnya dengan mengejar si-dia dengan mati-matian. Padahal, sikap seperti itu justru membuat enek dan muak si-dia. Ya, analoginya sederhana, orang lebih tertarik untuk mengunduh buah kesemek yang masih di pohon, yang untuk mendapatkannya perlu perjuangan, ketimbang buah apel yang ada di atas meja yang tinggal ambil.

"orang lebih menghargai apa-apa yang belum ia dapatkan dan suka melupakan apa-apa yang ia miliki."

Maka, cara terbaik mendapatkan si-dia bukanlah dengan mengejar-ngejarnya dengan tidak tahu malu. Tetapi memantaskan diri ini menjadi pribadi yang berkualitas. Bukan fokus pada kualitas pengejaran kita, tetapi fokus pada kualitas pribadi kita.

Tapi jangan diartikan pasif, nah lo, susah kan. ya, aktif, tapi tidak mengejar-ngejar, tapi justru menjadi pribadi yang memenuhi batas kepantasan untuk ia unduh.