Friday, August 10, 2012

25TahunRizky #2 : Jamus Kalimasada

Alat musik yang aku pelajari pertama kali di waktu kecil adalah meja, orkestranya waktu itu namanya 'kedumbrangan'. Kenakalan anak kecilku masih terbawa sampai kelas 2 SD, aku masih ingat waktu itu saking asyiknya kedumbrangan, sebuah gayung milik temanku Susi yang tersimpan di dalam tas aku tabuh keras-keras sampai ancur itu gayung dan gegerlah seantero kelas seharian gara-gara si empunya gayung itu menangis sejadi-jadinya.

Semakin rasional ketika beranjak kelas 4 SD aku belajar pianika, asyik juga alat musik ini menurutku. Lalu kelas 5 SD aku mengenal seruling, agak susah bagiku untuk menguasai alat musik ini. Alatnya yang susah atau memang kecerdasan musikalku yang memang payah.

Yah, kecerdasan bukan cuma 1 itu yang aku kenal setelah kuliah. Bertentangan dengan yang aku fahami sedari kecil sampai aku masuk SMA, bahwa kecerdasan cuma 1 : nilai rapor akademik. Dan selain daripada itu hanyalah 'samben' (Jawa:sambilan). Padahal teori multiple intelegence menyebutkan ada sedikitnya 8 jenis kecerdasan :
1. verbal
2. spasial
3. intrapersonal
4. interpersonal
5. logical
6. kinestetik
7. musical
8. natural

Sampai kelas 1 SMA aku mengenal gitar. Aku, Otong & Putra teman satu kostku mengawali belajar gitar bersamaan waktu itu. Namun, walaupun mulai belajarnya bersama-sama, tapi hasil belajar yang didapatkan tidak sama. Si Otong Mahir bermain gitar, Putra ya bisa main lah, dan aku hanya satu dua lagu saja, itupun yang pakai kunci-kunci dasar. Haha, dasar payah memang kecerdasan musikalku.

Entah benar-benar ada hubungannya atau tidak kepandaian memetik dawai gitar dengan kepandaian meresonansi hati perempuan, nyatanya semasa SMA, Otong yang pandai gitar punya pacar, Putra yang bisa main gitar juga dapat pacar, aku saja yang tidak bisa main gitar tidak punya pacar sampai lulus. Nasib ya nasib... Haha..

Sampai saat kuliah aku mengenal alat musik baru lagi : Gamelan. Jiah, gamelan kok alat musik baru...gimana si, katanya orang Jawa. Yah, memang bukan barang baru itu gamelan, dari jaman aku SD kalau nonton wayang aku suka nimbrung penayagan dengan sesaji di sekitarnya. Melihat alat musik yang cukup 'rebyeg' mereka siapkan. Terutama aku paling mengagumi gong, suka aku amat-amati waktu kecil dulu, ini kok diameternya besar sekali yah. Dan kalau ada pertunjukkan wayang di waktu berikutnya, aku amati lagi gongnya, kira-kira ada yang ukurannya lebih besar lagi nggak dari gong yang di pertunjukkan sebelumnya.

Akhirnya di umurku yang sudah 24 aku baru mempelajari alat musik otentik milik nenek moyang yang kini dikagumi banyak seniman Eropa dan Amerika itu. Aku mencobai, Sharon, mencobai Kethuk-Kenong, sampai akhirnya di Grup Jamus Kalimasada aku kebagian tugas sebagai penabuh Gong.

Jamus Kalimasada itu bentukannya anak-anak Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tepatnya dari teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan si Demas, sepupuku. Seru juga bermain bersama mereka, ada Sinta, Ami, Mas Fuad, Moko, Eko, Denni, Hilmy, dkk. Hampir semuanya anak Muhammadiyah, kecuali aku. Hehe.. Memangnya hanya anak Muhammadiyah yang boleh bergabung dengan sesama anak Muhammadiyah? Enggaklah, yang penting kita punya bekal pengetahuan, bekal prinsip, bergabung kemanapun kenapa tidak? Justru ketika kita takut bergabung dengan teman-teman yang berbeda pemahaman, itulah tanda bahwa pengetahuan dan prinsip kita lemah.

Jamus Kalimasada punya pelatih yang tidak baen-baen, Ki Dalang Subur Widadi. Dalang Kondang Karanglewas yang namanya tidak asing lagi bagi para penikmat wayang. Walau kita grup gendingan pemula, tapi sudah diundang kemana-mana, ke hajaran si anu dan si itu. Hehe.. Perform terbesar kita adalah di hadapan ribuan mahasiswa baru saat pelaksanaan Ospek di UMP, oh ya ada satu lagi saat silaturahim dan pelepasan jamaah haji Muhammadiyah tingkat Kabupaten. Keren kan.. Kelupaan satu lagi, kita perform dihadapan bu Wakil Gubernur : Rustriningsih saat beliau kunjungan ke Purwokerto.

Rasanya tidak perlu sungkan menanggap kami kan?

Begitulah Jamus Kalimasada yang sekarang ini aku kurang bisa membagi waktu untuk aktif latihan, nguri-uri kebudayaan adiluhung peninggalan nenek moyang. Gendingan mungkin sekarang ditinggalkan, tapi aku percaya gendingan tidak akan punah. Karena gamelan merupakan alat musik cerdas yang tidak tertandingi oleh peradaban manapun, peradaban barat sekalipun.



No comments:

Post a Comment