Jeff Bezos adalah lulusan Princeton dengan gelar BSE (Bachelor of Science and Engineering) di bidang electrical engineering dan computer science. Setelah lulus tahun 1986, ia ditawari pekerjaan oleh Intel, Bell Labs dan Andersen Consulting, tetapi Bezos justru memilih kerja di Fitel, sebuah start up di bidang “financial telecommunications”.
Fitel adalah sebuah perusahaan yang didirikan oleh profesor-profesor dari Departemen Ekonomi di Columbia University. Inti bisnisnya adalah sejenis bursa online yang memudahkan transfer data dari Negara-negara yang berbeda. Ketika itu belum ada internet, sehingga usah semacam ini tentunya mendatangkan banyak uang.
Tahun 1988, Bezos pindah ke Bankers Trust Company. Ia membuat software BTWord, yaitu software yang memungkinkan klien-klien Banker Trust melihat laporan hasil investasi mereka lewat computer. Sebelumnya, laporan investasi secara berkala melalui hardcopy, tetapi Bezos mengotomatisasikannya lewat computer.
Tahun 1990, Bezos merasa belum siap mendirikan perusahaan sendiri, tetapi sudah siap pindah dari Bankers Trust. Mengapa? Dia Mengatakan bahwa ia akan pindah ke perusahaan dimana ia bias mengejar dambaannya, yaitu suatu system yang diberi istilah “second phase automation”. Apa maksudnya? Yakni dimana kita menggunakan teknologi untuk untuk mengubah proses bisnis yang lama menjadi lebih cepat dan efiesien. Lebih lanjut, kata Bezos, Second Pase Automation adalah “when you can fundamentally change the underlying businees process and do thing in a completely new way. So, it’s more of a revolution instead of an evolution.” (ketika Anda bisa mengubah suatu proses bisnis secara mendasar dan melakukannya dengan metode terbaru. Jadi, semuanya akan lebih tepat dikatakan sebuah revolusi daripada hanya sebuah evolusi.)
Akhirnya pada tahun 1990, ia resmi kerja di D.E. Shaw. Pertengahan tahun 1994, Bezos mengusulkan pada Mr. Shaw untuk membuat took online. Bezos kaget dan kecewa karena idenya ditolak mentah-mentah oleh Shaw.
Namun, Bezos tidak bisa melupakan idenya. Ia selalu melihat angka 2300 persen sebagai angka perkembangan tahunan internet. Dia melihat angka sebagai “huge, potentially wasted opportunity” (peluang besar potensial yang terabaikan). Akhirnya, Bezos mengatakan pada Mr. Shaw bahwa dia akan keluar dari D.E.Shaw dan membangun mimpi besarnya. Menyadari semangat muda Bezos yang meluap-luap, Mr. Shaw dengan karakternya sebagai orang tua yang bijaksana membawa Bezos jalan-jalan ke Central Park. Dia mengatakan bahwa penjualan buku online adalah ide besar. Namun, hal itu akan lebih baik dilakukan oleh orang-orang yang belum mendapatkan pekerjaan bagus, tidak seperti Bezos yang saat itu sedang menjabat Senior Vice President yang keamanan financialnya telah terjamin. Apalagi, menurut aturan siklus perusahaan, sebentar lagi ia akan menjadi CEO di D.E.Shaw.
Bezos mendapatkan waktu 48 jam untuk memikirkan keputusannya keluar. Akhirnya, ia tetap memutuskan keluar. Dia mengatakan, “Nanti Kalau saya sudah berumur 80 tahun, saya mungkin sudah tidak ingat berapa gaji saya di D.E.Shaw tahun 1994, tetapi saya pasti ingat dan menyesal kalau saya tidak terjun ke bisnis internet.” Selanjutnya, Bezos meninggalkan D.E. Shaw yang saat itu sedang memberikannya gaji sebesar 7 figure per tahun (7 figure terkecil adalah $1,000,000 bila bagi 12 sekitar $83,333 per bulan). Sejak itu, Bezos mulai merintis www.amazon.com dan mengembangkannya ke seluruh dunia.
Sebagaimana kita ketahui, produk utama amazon adalah buku. Mengapa harus buku? Sewaktu bekerja di D.E. Shaw, Bezos ditugaskan meneliti tentang bisnis yang bias dikembangkan di internet. Ia membuat daftar sampai 20 barang yang bias dijual, dari software computer sampai perlengkapan. Dalam daftarnya, buku menempati posisi teratas. Tempat kedua adalah musik, tetapi musik dieliminasi karena industri musik saat itu dikuasai 6 label record dan mereka mendominasi distribusi. Sebagai suatu perbandingan sederhana, saat itu ada 300.000 keping CD musik dengan judul berbeda, tetapi ada 3 juta buku dengan judul berbeda.
Menurut Bezos, saat saat itu penjualan dikatakan “large and fragmented”(luas dan terbagi) karena tidak ada yang mendominasinya. Di Amerika, ada lebih dari 10.000 penerbit buku, tetapi kebanyakan hanya memiliki kurang dari 10 judul buku, tetapi kebanyakan hanya memiliki kurang dari 10 judul buku. Bahkan, Random House yang merupakan penerbit terbesar hanya menguasai 10% pasar. Dua took buku terbesar pun, Barnes & Noble dan Border, jika digabungkan hanya menguasai sekitar 25% dari $30 miliar total sales. Ketersediaanpun merupakan salah satu keuntungan bisnis buku. Buku dapat dipesan langsung dari penerbit atau dari jaringan distributor.
Makin lama amazon makin berkembang dan seperti yang kita lihat saat ini amazon masih berdiri mantap, meskipun saingannya kian hari kian bertambah.
“Visi kami,” simpul Jeff,” adalah perusahaan dunia yang sangat berpusat pada pelanggan. Tempat orang untuk menemukan dan mengetahui segala sesuatu yang mungkin ingin mereka beli secara online.”Tujuan Amazon.com bukan menjadi toko buku terbesar di dunia melainkan toko serba ada terbesar di dunia.”
Sebagai “toko serba ada terbesar di dunia” Jeff selalu mengingatkan enam nilai dasar perusahaan. Keenam hal itu adalah :
1. Obsesi Pelanggan. Pelayanan kepada pelanggan — memberikan apa yang diinginkan pelanggan pada harga semurah mungkin dan dengan waktu secepat mungkin — selalu merupakan tugas terpenting
2. Kepemilikan. Semua karyawan ditawari peluang untuk menjadi pemegang saham di Amazon.com. “Semua orang adalah pemilik,” ujar Jeff Bezos.
3. Melakukan tindakan segera.”Lakukan itu sekarang”. “Jangan menunda-nunda”, “Wujudkanlah” adalah jargon-jargon yang selalu didengungkan. Tentu saja ditambah satu frasa lagi yakni “Tumbuh Besar dengan Cepat.”
4. Kesederhanaan. Yang tampak dari kantor sebuah perusahaan sebuah Amazon.com adalah kesederhanaannya. Uang tidak dihambur-hamburkan untuk dekorasi dan kemewahan.
5. Standar Karyawan yang Tinggi. Amazom.com tetap menginginkan orang-orang yang cerdas. Mereka disaring melalui daftar riwayat hidup dan wawancara untuk menemukan mereka.
6. Inovasi. Amazon.com terus memperkenalkan gagasan-gagasan baru, sistem baru dan penawaran baru kepada para pelanggannya.
Sumber :http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/kisah-sukses-pendiri-amazon.
Wednesday, March 10, 2010
Friday, March 5, 2010
Wednesday, March 3, 2010
Punk in Love
Nonton semalem, sendirian. Wkwkwk, dasar film "saru", itu kalau dilihat dari sisi bahasa. Tapi tak tahulah, saya tak begitu mengerti kehidupan bani Bunk. Hanya saya akui, secara implisit banyaka pesan2 moral yang terselip di film berbahasa kadang kasar dan adegannya beberapa ngawur itu.
Satu pelajaran sangat berharga yang ingin saya review adalah soal perjalanan panjang mereka dari Malang menuju Jakarta. Andai saja mereka naik Gajayana dan ngumpet di WC saat ada pemeriksaan tiket, atau selama di perjalanan jangan pernah keluar dari WC, mungkin perjalanan tidak akan sepanjang itu, sehari, beres.
Namun, apa yang terjadi, begitu banyak kejadian tidak terduga, harus nyasar ke Bromo, mampir di makam Bung Karno, hampir mati karena tetanus di Cirebon. Satu hal, di film itu semua terlihat pendek dan fine-fine saja, karena para penontonpun saya yakin sudah kadung optimis bahwa apapun yang terjadi pasti endingnya mereka akan sampai Jakarta.
Akan tetapi, seandainya kita yang ada di posisi mereka, apakah sesederhana itu? tidak. Ada terlalu banyak peristiwa yang membuat keraguan untuk pulang ke Malang lagi muncul, ada terlalu banyak bisikan, apa kalau sampai di Jakarta misi mereka menaklukan Maia akan sukses, ada terlalu banyak konflik yang membuat mereka harus menahan gerutu dan nafsu untuk menimpuk teman sendiri.
Ah, itukah simbol perjalanan sukses? jangankan cuma diceriatkan, bahkan difilmkanpun tidak cukup mewakili perasaan dan perang batin yang ada selama perjalanan begitu banyak belibet sana sini.
Kalau kita pandai mengambil makna, semua permasalahan itu adalah peluang, untuk kita bisa meneguhkan keyakinan sesering mungkin, meluruskan niat selurus mungkin dan memaklumi salah dan lalai sebanyak apapun.
Satu pelajaran sangat berharga yang ingin saya review adalah soal perjalanan panjang mereka dari Malang menuju Jakarta. Andai saja mereka naik Gajayana dan ngumpet di WC saat ada pemeriksaan tiket, atau selama di perjalanan jangan pernah keluar dari WC, mungkin perjalanan tidak akan sepanjang itu, sehari, beres.
Namun, apa yang terjadi, begitu banyak kejadian tidak terduga, harus nyasar ke Bromo, mampir di makam Bung Karno, hampir mati karena tetanus di Cirebon. Satu hal, di film itu semua terlihat pendek dan fine-fine saja, karena para penontonpun saya yakin sudah kadung optimis bahwa apapun yang terjadi pasti endingnya mereka akan sampai Jakarta.
Akan tetapi, seandainya kita yang ada di posisi mereka, apakah sesederhana itu? tidak. Ada terlalu banyak peristiwa yang membuat keraguan untuk pulang ke Malang lagi muncul, ada terlalu banyak bisikan, apa kalau sampai di Jakarta misi mereka menaklukan Maia akan sukses, ada terlalu banyak konflik yang membuat mereka harus menahan gerutu dan nafsu untuk menimpuk teman sendiri.
Ah, itukah simbol perjalanan sukses? jangankan cuma diceriatkan, bahkan difilmkanpun tidak cukup mewakili perasaan dan perang batin yang ada selama perjalanan begitu banyak belibet sana sini.
Kalau kita pandai mengambil makna, semua permasalahan itu adalah peluang, untuk kita bisa meneguhkan keyakinan sesering mungkin, meluruskan niat selurus mungkin dan memaklumi salah dan lalai sebanyak apapun.
Subscribe to:
Posts (Atom)