Wednesday, March 3, 2010

Punk in Love

Nonton semalem, sendirian. Wkwkwk, dasar film "saru", itu kalau dilihat dari sisi bahasa. Tapi tak tahulah, saya tak begitu mengerti kehidupan bani Bunk. Hanya saya akui, secara implisit banyaka pesan2 moral yang terselip di film berbahasa kadang kasar dan adegannya beberapa ngawur itu.

Satu pelajaran sangat berharga yang ingin saya review adalah soal perjalanan panjang mereka dari Malang menuju Jakarta. Andai saja mereka naik Gajayana dan ngumpet di WC saat ada pemeriksaan tiket, atau selama di perjalanan jangan pernah keluar dari WC, mungkin perjalanan tidak akan sepanjang itu, sehari, beres.

Namun, apa yang terjadi, begitu banyak kejadian tidak terduga, harus nyasar ke Bromo, mampir di makam Bung Karno, hampir mati karena tetanus di Cirebon. Satu hal, di film itu semua terlihat pendek dan fine-fine saja, karena para penontonpun saya yakin sudah kadung optimis bahwa apapun yang terjadi pasti endingnya mereka akan sampai Jakarta.

Akan tetapi, seandainya kita yang ada di posisi mereka, apakah sesederhana itu? tidak. Ada terlalu banyak peristiwa yang membuat keraguan untuk pulang ke Malang lagi muncul, ada terlalu banyak bisikan, apa kalau sampai di Jakarta misi mereka menaklukan Maia akan sukses, ada terlalu banyak konflik yang membuat mereka harus menahan gerutu dan nafsu untuk menimpuk teman sendiri.

Ah, itukah simbol perjalanan sukses? jangankan cuma diceriatkan, bahkan difilmkanpun tidak cukup mewakili perasaan dan perang batin yang ada selama perjalanan begitu banyak belibet sana sini.

Kalau kita pandai mengambil makna, semua permasalahan itu adalah peluang, untuk kita bisa meneguhkan keyakinan sesering mungkin, meluruskan niat selurus mungkin dan memaklumi salah dan lalai sebanyak apapun.

No comments:

Post a Comment