Sunday, August 12, 2012

25TahunRizky #7 : Psimis Yowis..

Bukan 'Ceriwis', tapi 'Psimis'... yowis... Ide pemberian nama ini sempat diejek oleh Pak Solihin, guru Agama sekaligus Pembina OSIS semasa SMAku dulu. Tapi anehnya kok disetujui oleh tokoh-tokoh yang kemudian jadi dewan pendiri. Dewan pendirinya ada 7 : Aku, Andres yang sudah selesai Management Training di Cilegon, Anggi yang masih setia dengan skripswitnya, Wisnu yang baru saja jadi Bapak di Samarinda sana, Aji Nursalim yang jadi mantri di pedalaman Wonosobo, Aan dengan Giant Farm Holding Companynya sekarang dan Kukuh yang baru saja melenggang jadi Ketua Karang Taruna di desanya dalam rangka pemenangan Cabup 2028.

Psimis singkatan dari Paseduluran Senin-Kamis. Adalah sebuah komunitas dengan inisatif mengadakan buka bersama untuk puasa sunnah senin-kamis dalam rangka tirakatan menjelang kelulusan. Awalnya cuma 7 orang, buka bersama di beranda mushola At Tahrim, mushola kebanggaan SMA 2. Menu takjilnya adalah bubur kacang ijo (burjo) beli di Unsoed, dan menu utamanya adalah Rames 'Sitapen' tidak ketinggalan dengan lauk spesialnya : mendoan anget.

Waktu itu anggota diminta mendaftar sekitar 10.000 rupiah kalau tidak salah, maka mereka akan mendapatkan tanda anggota yang dikenal dengan MGSTA Psimis atau singkatan dari 'Mangkok Gelas Sendok Tanda Anggota Psimis'. Haha, keren kan? Untuk selanjutnya setiap pertemuan mereka cukup urunan 2.500 saja, karena sudah tidak perlu beli alat makan, cukup beli nasi, lauk dan takjilnya saja. Jaman segitu 2.500 masih cukup..

Lambat laun perkumpulan Psimis ini menjadi semakin besar. Karena semakin besar, panitia, terutama seksi pembeli burjo semakin kerepotan melaksanakan tugasnya. Bayangkan saja, burjonya sebagian ada yang pesan panas ada yang pesan pakai es. nah sekresek yang panas diboncengin diatas paha sebelah kanan, yang sekresek pakai es ditaruh di atas paha kiri, apa enggak panas dingin itu tubuh.

Akhirnya ide liarpun muncul : daripada repot, mari kita merampok orang saja. Hm, ide ini lagi-lagi kok ya disetujui oleh dewan pendiri. Ide merampok dilakukan secara halus dan tidak melanggar HAM. Yaitu dengan menunjuk secara bergilir anggota-anggotanya untuk menjadi tuan rumah buka bersama.

Idepun berjalan. Iuran tetap 2.500, tapi kali ini tidak beli ke Sitapen atau ke bakul burjo. Tapi diberikan ke si tuan rumah. Dan apa yang terjadi saudara-saudara. Walau urunan cuma .2500, tapi saat buka sudah dapat sate dengan jumlah tusuk unlimited, takjilan, buah, syrup, belum lagi bisa mbungkus dibawa pulang. Haha, pengurus Psimis senang, peserta bukber juga senang. Hanya dengan 2.500 bisa perbaikan gizi senilai 10.000. Hahaha... jahat sekali sebetulnya kalau dipikir2. tapi ya sudah tidak usah dipikir.

Timbul masalah, ternyata jumlah anggota habis, sudah dapat giliran semua, tinggal yang luar kotaan. Bagaimana ini? Tidak habis akal. Hm, sasaran kejahatan Psimis selanjutnya adalah : guru-guru. Wah, diluar perkiraan ternyata begitu senang guru-guru diinformasii dapat giliran jadi tuan rumah Psimisan. Loh iya bagaimana tidak senang, rumahnya diguruduk 'diambah' murid-muridnya. Ini terbukti dengan komentar beberapa guru yang mengeluhkan, adik-adik kelasku tidak melanjutkan tradisi Psimis ini, cuma sampai 2-3 generasi saja dibawah angkatanku. Guru senang rumahnya didatangi murid2nya, murid juga senang, perbaikan gizi dengan tarif tetap 2.500. Haha..

Sampai akhirnya kelulusan tiba. angkatanku, 13 orang tidak lulus. Angka yang fantastis untuk level sekolah favorit semacam SMA 2. Tapi tidak mengapa, life must go on. Untuk pertama kalinya Psimis mendahului OSIS, Pramuka, PMR atau organisasi manapun yang ada menyelenggarakan reuni. 28 Ramadhan waktu itu sekitar akhir agustus  2005, ya paling juga baru 2 bulan lulus, kita sudah reunian. Itu adalah cikal bakal lahirnya tradisi bukber 28 Ramadhanan SMA2 2005 yang terus ada tiap tahun dan istiqomah tiap 28 Ramadhan sampai tahun kemarin dengan model acara yang berbeda-beda. Ada yang di Bangsal (aula) sekolah, di restaurant, sekali waktu juga di rumah guru.

Tahun ini yang harusnya kita kumpul-kumpul bukber yang ke-8, Karena 28 Ramadhannya ada 2 versi, daripada bikin 2 bukber, maka diputuskan untuk tidak usah bukber saja. Hehe..




25TahunRizky #6 : Cinta

(sol)... soal cinta luar biasa 
(la)... lama-lama bisa gila 
(si)... siapa yang tahu pasti 
(do)... doakan aku di sini

Hati remaja tak lepas dari yang satu ini, cinta. Aku tipikal orang yang tidak mudah jatuh cinta, tapi sekali jatuh cinta, susah sekali merecycle-bin nya, kata orang begitu. Benar saja, minimal setara masa jabatan ibu negara lah waktu untuk aku menyelesaikan sebuah cinta, ya, lima tahun.

Cinta pertama masih SD, waktu itu kelas lima. Teman satu kelas, aku duduk di depan, dia di pojokan belakang, tiap aku menoleh kok dia sedang memandang ke arahku. Begitu terus. Wah ada apa ini? Ada apa juga aku bolak balik menoleh. Hahai...tapi ya namanya anak SD jaman orde baru, boro2 kepikir nembak, pedekate aja enggak. Moment terindah paling waktu pramukaan bareng, saat ikut lomba dikendaraan duduk deketan ah. Hahai.. oh satu lagi moment kerja bakti, aduh romantisnya menjunjung meja berdua sambil senyam-senyum gitu. Hahai..

Sampai akhirnya cinta pertama itu pupus selulus aku SMP, yah dia juga lulus SMP di sekolah yang berbeda. Dia dinikahi orang. Ya sudahlah... Tapi sebelum cinta pertama ini pupus, cinta kedua sudah datang sebenarnya, kelas dua SMP waktu itu, seorang adik kelas yang smart & menyebalkan berhasil memikat hatiku. Kita berdua jalan... kemudian istilahnya anak muda 'jadian' deh. Enggak ada sebulan, cuma 18 juli sampai 17 agustus saja kita jadian, setelah itu tanpa ba bi bu, tanpa basa basi aku di putusnya. Huft....

Tapi 2-3 bulan kemudian yang salah satunya atas jasa para kompor, teman-temanku di Pramuka & OSIS, dia minta balikan lagi. Tapi o..o.. tidak bisa, aku tidak menerima ajakan itu.. sampai sekarang... walau selang berapa lama waktu itu kita dekat lagi. Lagi-lagi di moment2 Pramuka dengan aneka lomba-lombanya itu. Sampai expired date 5 tahun, tibalah kelas 3 SMA, ya kami ditakdirkan 1 SMA dan sama-sama dewan ambalan pula. Tapi sepensiun dari dewan ambalan, di kelas 3 SMA waktu itu perasaanku ke dia sudah menyenyap menghilang perlahan.

Mungkin karena sudah kadung kedatangan figur baru. Kelas 1 SMA, di hari pertama MOS, jatuh cinta pada seorang yang duduk persis di bangku depanku, gadis pemilik HP Siemens M35. Hingga naik kelas XII, minimal sehari dua kali saat pelajaran di kelas aku ijin ke belakang, hanya untuk lewat di depan kelas dia berharap mudah2an ada sumbangan senyum untukku... Hahai... waktu itu HP belum populer, pulsa masih mahal, wartel yang jadi pilihan... ya minimal 3x seminggu @ tiga perempat jam lah aku menelepon dia.. Haduh senangnya mengobrolkan apa saja di telepon.

Sampai akhirnya cinta ini abadi selama 5 tahun juga. Sampai tahun kedua aku kuliah, entah menggelinding kemana. Di usiaku yang masuk kepala 2, cinta bertepuk sebelah tanganku ini sudah expired rupanya.

Tahun 2007, lagi-lagi cinta pada pandangan pertama. Sosok srikandi pilih tanding berhasil memikat hatiku. Sepertinya tidak perlu panjang diulas, karena rasanya masih 'nyes..nyess' gitu menulis tentang kisahku ini. Yah, intinya dia adalah gadis pertama yang berhasil membuatku punya keberanian untuk aku menyampaikan ajakan menikah. Dan gadis pertama pula yang menolak. Haha. Tragis! Tidaklah, ini bagian dari perjalanan..

Dan sekarang sudah tahun 2012. Berarti sudah 5 tahun kan yah umur cinta ini? sudah saatnya berakhir... Tapi pertanyaannya, kok belum datang ya yang baru? Yang 'klik' dari pandangan pertama, yang membawa supply power untuk membuatku berani mengajak dia menikah? Sabar ya ki, mungkin besok, atau lusa, atau di lain hari. Yang penting yang lama sudah expired to? Space sudah kosong kan? Adududu...


Saturday, August 11, 2012

25TahunRizky #5 Institut Kemandirian

Inspirasi entrepreneurshipku yang pertama adalah ibu dan bapakku. Walaupun keduanya guru, sewaktu kecil kami buka warung di rumah. Maklum, gaji kecil ditambah letak rumah yang strategis didepan sekolah persis, sayang tidak dimanfaatkan untuk jualan.

Kesibukan dirumah waktu itu adalah membungkusi 'kacang kapri', kacang bulat kecil warna hijau yang krezz kalau digigit, dibeli ibuku dari pasar dalam ukuran ball, lalu dibungkus kecil-kecil di-seal manual dengan lilin atau teplok. Waktu itu belum ada listrik. Listrik baru masuk ke desaku secara resmi tahun 1996, aku kelas 4 SD. Rumahku yang mendapat kehormatan menjadi rumah pertama yang dipasangi meteran oleh PLN waktu itu.

Wrapp.... pindah ke masa kuliah, akhirnya aku menemukan aktivitas men-seal manual lagi. Kali ini bukan kacang kapri, tapi snack bantal keju. Sungguh mahasiswa yang aneh, bukannya belajar script C++, malah sepulang kuliah menuju pasar Bogor, beli snack dalam ukuran ball lalu dirumah dikemas kecil-kecil. Ini gara-gara perkenalanku dengan Zainal Abidin dan Supardi Lee, rektor dan pengajar di Institut Kemandirian milik Dompet Dhuafa Republika. Waktu itu Institut Kemandirian membuka kelas di Bogor, kelas kewirausahaan, aku, azis, danang dan satu orang dari warga asli bogor, kami berempat menjadi siswa angkatan pertama disana.

Selesai pelatihan inilah aku pertama kalinya berani mendeklarasikan diri sebagai seorang entrerpeneur. Loh, sudah kadung deklarasi jadi entrepreneur, tapi tidak punya usaha, lantas bagaimana donk? Jadilah aku dan azis ditambah ada datang kawan dari Jawa, Criyo, kami bertiga jualan snack. Dijajakkan di pinggir jalan dan di drop ke warung.

Ah sepertinya berat yah jualan snack, ganti ah, kali ini uang jatah bulanan dipakai untuk membuat gantungan kunci dan stiker. Hahai, apa yang terjadi? Ternyata tidak mudah juga menjual, rasa malas ini masih melekat kuat di kaki untuk menjajakan, akibatnya krisis ekonomi pribadi begitu hebat. Sehari-hari makan nasi rice cooker masak sendiri dengan lauk gorengan only.

Pendidikan entrepreneurship di Institut Kemandirian buatku bagus, kalaulah aku belum pandai jualan setelah lulus, itu adalah persoalan pribadiku dengan diriku sendiri. Di Institut Kemandirian tidak banyak teori. Praktek yang berkesan buatku ada dua, pertama ketika aku datang ke kampus di Lenteng Agung, dompet dan semua uang disita. Aku cuma dibekali air mineral gelas untuk dijajakkan di stasiun, setelah setor dompet bisa diambil. Kalau belum setor hasil jualan dompet tidak bisa diambil. Ah, dasar masih lugu, di stasiun aku tidak berani menjajakkan, walhasil akhirnya aku naik kereta ekonomi tanpa beli tiket dan jalan kaki dari stasiun bogor sampai kost karena benar-benar tidak punya ongkos.

Kedua, ketika aku minta peluang bisnis ke Pak Rektor, aku terkejut, ternyata aku cuma dikasih peluang jualan gorengan gerobak. Yang bener aje.... bukan cuma itu, aku diwajibkan mau belajar gorengan di Cibubur. Hedewh, berat diongkoslah, PP 16.000 kalau 10x pertemuan sudah 160.000 itu baru transport. Hanya untuk belajar ke tukang gerobak gorengan. Aku memilih mengundurkan diri.

Sampai akhirnya ketika aku sudah di Purwokerto aku bertemu dengan pedagang gorengan, yang omzetnya jutaan perhari. Aku berdecak kagum dan baru menyadari. Ternyata peluang yang dulu ditawarkan pak Rektor, yang aku sepelekan, bisa beromzet besar juga, apalagi kalau buka cabang.

Berani berproses, itu yang diajarkan di Institut Kemandirian. Tidak bergantung pada modal, tapi bergantung pada kegigihan kita dalam berusaha. Kerena sekali itu.

25TahunRizky #4 : GAKSA

Peninggalanku bersama teman-teman ambalan Garuda-Sima semasa SMA salah satunya adalah GAKSA. Kependekan dari Galang Ksatria, sebuah ajang lomba Pramuka antar SMP se-karesidenan Banyumas yang untuk pertama kalinya digelar di SMAN 2 Purwokerto. Pertama ada, GAKSA I tahun 2004 dan tahun ini aku mengintip sudah GAKSA IX, itu tandanya setiap tahun perhelatan ini turun temurun ada terus terselenggara.  Mudah-mudahan terus lestari sampai kapanpun juga, biar piala bergilir yang aku rancang & aku beli dulu itu terus berpindah-pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya.

Aku aktif di Pramuka sejak zaman barung Hijau di Siaga dulu. Rasa-rasanya pelajaran di kelas tidak penting, ketika menjelang lomba pesta siaga aku dan beberapa orang harus ijin meninggalkan pelajaran untuk latihan pramuka. Beranjak SMA aku aktif di "Regu Inti", yaitu dewan penggalangnya SMPN 1 Banyumas. Almarhum Pak Diro begitu menginspirasi dengan latihan tiap Rabu pulang sekolah di ruang barat sekolah waktu itu.

Di SMP, event terbesar tahunan yaitu Perkemahan Pelantikan aku yang kebagian ditunjuk jadi ketua panitia. Lumayan capek mengurusi perhelatan itu, 3D2N aku paling hanya tidur 2 jam di malam kedua saja waktu itu. Digitalisasi perkemahan, itu kata teman-teman. Ya, karena sejak tahun itulah soal lomba, rambu-rambu dan atribut event dibuat berbasis komputer, sedangkan di tahun-tahun sebelumnya masih pakai manual.

GAKSA sendiri teinspirasi di masa SMP, ketika aku dan teman-teman satu regu putra + satu regu putri ikut dalam lomba Jelajah Galang (JEGAL) tingkat Kabupaten yang diadakan oleh SMA 3 Purwokerto. Ikut dalam regu di lomba penjelajahan daerah Pasir, Purwokerto Barat itu ada Giri, Budi, Jupri, Hilmy, Fresty, Mona, Dewi dan banyak lagi lainnya. Cuma dapat runner up waktu itu. Lumayan lah.

Mengadopsi dari JEGAL inilah, aku menggagas GAKSA. Bedanya, sekupnya lebih luas, kemudian ada lomba tambahan yaitu lomba cerdas cermat. Mencetuskan Gaksa tidaklah mudah, aku harus menghimpun dewan ambalan dalam berkali-kali rapat yang sampai sore, melelahkan. Bukan cuma itu, yang terberat adalah meyakinkan dewan pembina dan pihak sekolah bahwa sekalipun belum pernah ada event dengan anggaran sebesar GAKSA di sejarah per-pramuka-an di SMA 2, tetapi percayalah ini event akan berjalan lancar, tidak ada penyalahgunaan anggaran dan acara tidak akan gagal.

Dalam perjalanan perencanaan event, sempat beberapa kali rapat memanas, pembina yang 'misuh-misuh'lah, dewan ambalan yang beda pendapat sampai melempar penghapus. Wah ramai pokoknya. Karena itu sangat puas aku ketika acara ini terlaksana, lancar sampai selsai, bahkan diteruskan oleh adik-adik kelas sampai saat ini.

Merintis itu tidak mudah, bagaimana meyakinkan orang-orang disekeliling kita akan ide kita, itu yang berat. Jangankan selevel aku, bahkan Steve Job saja ada tuh videonya dimana dia mengalami masa-masa begitu berat untuk meyakinkan orang-orang dalam timnya bahwa gagasannya itu brilian, relieble dan akan diterima public. Ya disitulah kapasitas kepemimpinan seseorang benar-benar diuji. Lah kalau hidup hanya datar-datar saja, cuma meneruskan program kerja tahun sebelumnya, cuma menghabiskan dana yang sudah dianggarkan, cuma menunggu sore, menunggu tua. Lah mau kemana memang hidup ini?

Friday, August 10, 2012

25TahunRizky #3 : Sekolah Alam

Takjub ketika pertama kali aku mendapat cerita dari temanku tentang Sekolah Alamnya Neno Warisman di Depok. Wah iyah, keren sekali, 180 derajat berbeda dengan model sekolah-sekolah konvensional. Kemudian wawasanku bertambah luas lagi setelah Februari kemarin di Bandung bertemu, ngobrol panjang lebar dengan pendiri seribu lebih sekolah alam di Indonesia, Lendo Novo namanya. Orang 'bodoh' yang mengundurkan diri dari jabatan tingginya di kementerian dengan potensi income take home pay hingga ratusan juta rupiah perbulan, memilih mengabdi kepada masyarakat dengan mendirikan sekolah alam dan kemana-mana naik angkutan umum.

Sekolah memang sudah harus didekonstruksi, agar fungsinya kembali benar menjadi tempat belajar, bukan seperti sekarang ini, tempat mengeruk uang orang tua/wali murid. Waduh susah tau, mengubah sesuatu yang sudah begitu melembaga, secara nasional pula. Kurikulum saja diubah susah apalagi sampai konsep sekolah diubah. Ya sudah, jangan terlalu ekstrim, kita curi-curi dikit saja model pendidikan ala sekolah alam ini disela-sela waktu anak atau adik kita belajar formal di sekolahan. Mungkin sedikit, tapi bisa membangun jiwa si anak, itu lumayan.

Ngomong-ngomong soal sekolah alam, aku juga semasa kecil menghabiskan waktuku di sekolah alam loh. Wah dimana itu? di tempatnya Bu Neno atau di sekolahnya Pa Novo? Haha, jawabannya tidak di dua-duanya. Aku sekolah di sekolah alamku sendiri. Di depan rumahku dulu ada pohon jambu air. Aku belajar kurikulum memanjat pohon ya disitu. Di pucuk pohon ada benalu merambat, aku belajar simbiosis parasitisme disitu.

Di desaku ada sebuah sungai besar, ya paling besar setidaknya di desaku, walau belum ada apa-apanya dibanding sungai serayu, apalagi mahakam. Hehe. Kali (Jawa:Sungai) Bancak aku menyebutnya, aku menyusuri membawa 'seser' dan pancing ikan. Tujuannya bukan untuk mendapatkan ikan sebetulnya, tapi untuk mengeksplore the nature. Sampai aku tidak terasa, wah sampai di hulu sungai saudara-saudara... Aku jamin tidak banyak diantara anak-anak seusiaku saat SD waktu itu yang menyusuri kali sampai ke mata airnya itu.

Di sungai aku belajar petualangan di dunia nyata. Dan di video game aku belajar petualangan semu. Karena dulu barang langka, aku termasuk yang begitu kagum dan keranjingan, sampai-sampai harus pergi ke RW sebelah untuk sekedar bermain video game dengan berganti-gantian, nunggunya 2 jam, dapat jatah mainnya paling 5-10 menit. Halah...

Dari kecil sampai kelas 6 SD duniaku adalah dunia alam, bermain petak umpet di alam, menerbangkan layang-layang di kebun yang ada tebingnya, membuat rumah-rumahan 'gubuk', membuat mobil-mobilan dari sandal bekas, menunggui orang membuat sumur sambil mengumpulkan tanah liat untuk dibuat bentuk-bentuk tertentu, sampai membuat tugu air kencing.

Pada tau tidak cara membuatnya? Bagi yang tidak tahu ini aku ajari, pertama, buatlah gundukan dari debu lebih kurang setinggi 30 cm, lalu kencingilah puncak gundukan itu, lalu sapulah dengan tangan bagian bawah gundukan yang tidak basah dikencingi tadi, lalu jadi deh sebuah monumen. Hehe.. Masih banyak permainan lainnya, ada Sunda Manda, bermain Janur, bermain di danau, kasti, sepakbola (ini yang jarang nih, makanya sampai sekarang enggak bisa), dll.

Kelihatannya biasa saja, rasanya biasa saja, baru tahu sekarang betapa semua aktivitas itu adalah aktivitas yang luar biasa. Emha Ainun Najib pernah berpesan "pendidikan yang pertama-tama diberikan kepada anak adalah motorik, dan yang kedua adalah disiplin atau menahan diri."

Aktivitas motorik, melibatkan indra gerak kita, itu manfaatnya panjang kedepan. Salah kaprah orang sekarang, bukannya anak dibiarkan bermain-main mengasah motorik mereka, tapi malah dikursuskan membaca, menulis padahal 5 tahun saja belum genap. Aduh, mau jadi seperti apa struktur syaraf di otaknya nanti.

Orang zaman dulu memang lebih fitrah ketimbang sekarang, oleh karenanya anak setelah beranjak dewasa dipaksa untuk 'nyapu latar' (Jawa:menyapu halaman), 'rikat pedangan' (Jawa:membereskan dapur), dan sebagainya aktivitas yang melibatkan alat gerak sehingga mengaktifkan syaraf motorik anak. Nah anak jaman sekarang semua dilayani, maka setelah besar benar saja deh tidak bisa apa-apa, orang struktur syaraf otaknya enggak karuan.

Maka sekolah alam benar-benar menjadi solusi. Tidak harus dalam bentuk lembaga sekolah alam, akrabkanlah anak-anak dengan alam, biarkan alat gerak mereka berfungsi, percayalah itu berpengaruh baik ke perkembangan syaraf motorik mereka dan mereka akan menjadi anak unggulan, ya minimal seperti aku ini (narsis). haha

25TahunRizky #2 : Jamus Kalimasada

Alat musik yang aku pelajari pertama kali di waktu kecil adalah meja, orkestranya waktu itu namanya 'kedumbrangan'. Kenakalan anak kecilku masih terbawa sampai kelas 2 SD, aku masih ingat waktu itu saking asyiknya kedumbrangan, sebuah gayung milik temanku Susi yang tersimpan di dalam tas aku tabuh keras-keras sampai ancur itu gayung dan gegerlah seantero kelas seharian gara-gara si empunya gayung itu menangis sejadi-jadinya.

Semakin rasional ketika beranjak kelas 4 SD aku belajar pianika, asyik juga alat musik ini menurutku. Lalu kelas 5 SD aku mengenal seruling, agak susah bagiku untuk menguasai alat musik ini. Alatnya yang susah atau memang kecerdasan musikalku yang memang payah.

Yah, kecerdasan bukan cuma 1 itu yang aku kenal setelah kuliah. Bertentangan dengan yang aku fahami sedari kecil sampai aku masuk SMA, bahwa kecerdasan cuma 1 : nilai rapor akademik. Dan selain daripada itu hanyalah 'samben' (Jawa:sambilan). Padahal teori multiple intelegence menyebutkan ada sedikitnya 8 jenis kecerdasan :
1. verbal
2. spasial
3. intrapersonal
4. interpersonal
5. logical
6. kinestetik
7. musical
8. natural

Sampai kelas 1 SMA aku mengenal gitar. Aku, Otong & Putra teman satu kostku mengawali belajar gitar bersamaan waktu itu. Namun, walaupun mulai belajarnya bersama-sama, tapi hasil belajar yang didapatkan tidak sama. Si Otong Mahir bermain gitar, Putra ya bisa main lah, dan aku hanya satu dua lagu saja, itupun yang pakai kunci-kunci dasar. Haha, dasar payah memang kecerdasan musikalku.

Entah benar-benar ada hubungannya atau tidak kepandaian memetik dawai gitar dengan kepandaian meresonansi hati perempuan, nyatanya semasa SMA, Otong yang pandai gitar punya pacar, Putra yang bisa main gitar juga dapat pacar, aku saja yang tidak bisa main gitar tidak punya pacar sampai lulus. Nasib ya nasib... Haha..

Sampai saat kuliah aku mengenal alat musik baru lagi : Gamelan. Jiah, gamelan kok alat musik baru...gimana si, katanya orang Jawa. Yah, memang bukan barang baru itu gamelan, dari jaman aku SD kalau nonton wayang aku suka nimbrung penayagan dengan sesaji di sekitarnya. Melihat alat musik yang cukup 'rebyeg' mereka siapkan. Terutama aku paling mengagumi gong, suka aku amat-amati waktu kecil dulu, ini kok diameternya besar sekali yah. Dan kalau ada pertunjukkan wayang di waktu berikutnya, aku amati lagi gongnya, kira-kira ada yang ukurannya lebih besar lagi nggak dari gong yang di pertunjukkan sebelumnya.

Akhirnya di umurku yang sudah 24 aku baru mempelajari alat musik otentik milik nenek moyang yang kini dikagumi banyak seniman Eropa dan Amerika itu. Aku mencobai, Sharon, mencobai Kethuk-Kenong, sampai akhirnya di Grup Jamus Kalimasada aku kebagian tugas sebagai penabuh Gong.

Jamus Kalimasada itu bentukannya anak-anak Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tepatnya dari teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan si Demas, sepupuku. Seru juga bermain bersama mereka, ada Sinta, Ami, Mas Fuad, Moko, Eko, Denni, Hilmy, dkk. Hampir semuanya anak Muhammadiyah, kecuali aku. Hehe.. Memangnya hanya anak Muhammadiyah yang boleh bergabung dengan sesama anak Muhammadiyah? Enggaklah, yang penting kita punya bekal pengetahuan, bekal prinsip, bergabung kemanapun kenapa tidak? Justru ketika kita takut bergabung dengan teman-teman yang berbeda pemahaman, itulah tanda bahwa pengetahuan dan prinsip kita lemah.

Jamus Kalimasada punya pelatih yang tidak baen-baen, Ki Dalang Subur Widadi. Dalang Kondang Karanglewas yang namanya tidak asing lagi bagi para penikmat wayang. Walau kita grup gendingan pemula, tapi sudah diundang kemana-mana, ke hajaran si anu dan si itu. Hehe.. Perform terbesar kita adalah di hadapan ribuan mahasiswa baru saat pelaksanaan Ospek di UMP, oh ya ada satu lagi saat silaturahim dan pelepasan jamaah haji Muhammadiyah tingkat Kabupaten. Keren kan.. Kelupaan satu lagi, kita perform dihadapan bu Wakil Gubernur : Rustriningsih saat beliau kunjungan ke Purwokerto.

Rasanya tidak perlu sungkan menanggap kami kan?

Begitulah Jamus Kalimasada yang sekarang ini aku kurang bisa membagi waktu untuk aktif latihan, nguri-uri kebudayaan adiluhung peninggalan nenek moyang. Gendingan mungkin sekarang ditinggalkan, tapi aku percaya gendingan tidak akan punah. Karena gamelan merupakan alat musik cerdas yang tidak tertandingi oleh peradaban manapun, peradaban barat sekalipun.



25TahunRizky #1 : BHHC

Tanggalnya 1 April, tahunnya 1987, harinya rabu, pasarannya pon,sama seperti Bung Karno jamnya jam 05:15 waktu fajar di rumah bersalin Bidan Rakitem Banyumas aku dilahirkan. Bidan Rakitem ada di dekat alun-alun Banyumas, masih 1 kompleks dengan pendopo Sipanji lama dan sejumlah rumah-rumah tua yang mebah di zamannya, kawasan bersejarah Kota Lama Banyumas. Karena aku lahir di kompleks heritage ini mungkin, yang membuat aku begitu bersemangat bergabung menjadi bagian dari saksi sejarah berdirinya BHHC, Banjoemas History & Heritage Community.

Apa itu BHHC, bisa dibuka di situs Banjoemas.com lebih lengkapnya. Banjoemas.com adalah website milik Banjoemas Hostory & Heritage Community, aku aktif didalamnya, mendampingi Mas Miko sang pendiri melakukan riset dan festival seputar sejarah dan peninggalan-peninggalannya yang ada di Banyumas.

Di Frescho Cafe, jalan Ringin Tirto BHHC didirikan, waktu itu bertepatan dengan tanggal 11 bulan 11 tahun 11 nyaris menjelang jam 11 malam. Hehe. Mas Miko, Aku, Hilmy dan Mas Mahbub yang hadir pada waktu itu. Aku bilang komunitas ini otentik. Kenapa? Pertama, karena tidak meniru siapapun komunitas ini dibentuk. Kedua, riset dilakukan begitu serius oleh mas Miko, sehingga data-data yang disajikan oleh situs komunitas cukup akurat dan berbobot. Ketiga, komunitas ini cukup aktif, setidaknya sekali dalam dua bulan kita adakan event.

Event pertama setelah pendirian adalah "Jelajah Wirasaba", ini itenerary trip pertama yang pernah ada disini, menggali sejarah dan peninggalannya di kawasan Bandara Wirasaba, Purbalingga. Berapa banyak yang tahu coba kalau di area bandara militer yang sebentar lagi diperluas untuk persiapan komersial ini terdapat pendopo, makam dan bangunan penting coba? Trip yang digandeng dengan susur rel Sokaraja-Banjarsari ini berhasil mendokumentasikan sisa-sisa peninggalan yang ada, sebelum benar-benar situs-situs sejarah itu diratakan dengan tanah atas nama pembangunnan.

Event berikutnya dilaksanakan bulan Februari, "Jelajah Tjilatjap jilid I". Total dalam plan ada 3 jilid penjelajahan kota Cilacap, di jilid pertama ini kita baru mengubek-ubek seputar stasiun kereta api Cilacap, pelabuhan Tanjung Intan plus Benteng Pendem saja. Cilacap menyimpan banyak sejarah, baru tahu aku kalau kota indusri ini dulunya adalah rawa-rawa penuh penyakit. Sekarang Cilacap sudah memiliki satu-satunya pelabuhan di pesisir selatan Pulau Jawa.

Dua bulan berikutnya, April 2012. Giliran festival foto lama BHHC yang diselenggarakan bersamaan dengan forum Sepeda Onthel Nasional di GOR Satria Purwokerto. Foto-foto edukatif dipajang dan dipaparkan kepada pengunjung dengan menarik dan mengasyikkan.