Friday, April 12, 2013

Sunday, February 10, 2013

Pak Sarman Si Penilang


Tanggal 22 kemarin, saya ke Bandung bawa pickup, ngangkut dagangan untuk diantar ke pembeli. di daerah cicalengka, ada razia polisi dari polda Jabar. Pak Sarman mencegat mobil saya, walau tidak ada masalah apa-apa dengan mobil, kami disuruh turun. ditanya muatannya lebih berapa? Loh, ini polisi gimana si, muatan kan tugasnya jembatan timbang!! dan kita sudah 3X lewat jembatan timbang dan nggak ada masalah.

Muatan aman, tinggal surat2 driver. ternyata juga lengkap. aman lagi. lalu Pak Sarman itu bilang "mau bayar berapa mas. ini kalau saya mau cari-cari kesalahan Anda gampang saja". dan betul, kita dicari-cari kesalahannya, sampai ketemu. apa kesalahan itu, di pickup yang saya rental itu di platnomor ada goresan huruf "RN" kecil. saya ditilang dengan pasal plat mobil tidak sesuai standar.

keterlaluan polisi yang satu ini. enek luar biasa saya, kasih saja recehan, 10ribu saya keluarkan dari dompet untuk menunjukkan begitu nistanya polisi yang minta duit di jalan. eh pak sarman gengsi, tidak mau menerima. yah begitulah saya, kalau ditilang selalu saya keluarkan uang-uang paling receh. pernah saya ditilang 50ribu, duitnya ribuan dan dua ribuan. HINA tidak tuh polisi.

ya sudah, dikira saya takut apa. akhirnya enggak jadi bayar saya, SIM ditinggal dan diambil di pengadilan Bandung nanti 1 Februari. yah inilah, model penganiayaan polisi jalanan kepada saya, saya teraniaya saat itu, dan saya berdoa semoga pak sarman mendapat satu kesusahan yang payah payah sepayah-payahnya di hari itu dan saya sumpahi tidak akan beres itu kesusahan sampai dia datang salaman langsung minta maaf kepada saya.

bagi saya tindakan keparat seperti itu sudah sangat keterlaluan. saya yang pahal cari uang susah-susah nggotog2 100 kantong gula pakai tangan saya sendiri, eh dipalak dijalan oleh bencoleng berseragam yang mencari-cari kesalahan seperti itu. laknat betul untuk orang macam itu saya jamin hidupnya mungkin banyak uang, tapi dijamin susah, mesakke.

saya cuma berdoa, mudah2an kesusahaan dan penderitaan enggak nurun ke anak-anaknya yang dimakani uang hasil palakan berkedok razia undang-undang itu. mudah2an anak2nya tidak bandel, mudah2an anak2nya disekolah tidak bebal, mudah2an anakanya ketika remaja tidak dihamili atau menghamili orang. mudah2an anak2nya jadi orang.

kalau ada diantara pembaca adalah anaknya, istrinya, pakdenya, budenya, tetangganya, teman kerjanya, teman sekolahnya pak sarman polda jabar dan mendapati beliau sedang kesusahan sejak tanggal 22 januari sampai sekarang belum beres juga, entah kesusahan seperti apa bentuknya saya tidak tahu, silahkan sarankan untuk menemui saya, tidak akan saya suruh cium kaki saya, cukup minta maaf saja. siapa tahu kesusahan itu jadi beres.

dan kalau anda polisi, jangan tiru-tiru pak sarman. tirulah polisi yang setiap senin pagi setia menyeberangkan saya di depan SMP 8 saat saya mengantarkan adik saya ke sekolah pagi-pagi. polisi yang insyaallah barokah rejekinya, ayem tentrem keluarganya, anak-anaknya pada dadi orang nanti.

Tuesday, December 25, 2012

Habibie&Ainun

Menonton film, bahkan membaca bukunya, belum bisa mewakili mendengarkan cerita langsung dari si pelakunnya : BJ Habibie. Beliau memang orang hebat, bukan hanya si jenius yang bersembunyi dibalik meja penelitian sembari mengharapkan salary bulanan. Habibie adalah orang yang menyediakan diri untuk dipanggil oleh bangsanya. Menjadi insinyur siap, menjadi menteri siap, menjadi wapres siap, menjadi presidenpun siap. Bahkan, tidak mendapat apresiasi atas karya2nya, tidak diberi ruang untuk membuat pesawat yang lebih canggih dari Airbus & Boeing hingga saat ini, diapun siap.

Masalah tidak sesederhana yang di film, soal campur tangan IMF yang kaki tangan perusahaan pesawat Amerika terkait penutupan PT DI. soal jajak pendapat timur tengah. soal penistaan terhadap karya2 intelektualnya, yang bahkan jerman lebih menerima karya2nya ketimbang bangsanya sendiri. soal kecanggihan krincing wesi, gatotkaca CN 250 yang teknologinya visioner satu dekade lebih maju dari umurnya. itu semua gagal digambarkan oleh si sutradara yang ikut main di film ini.

terlebih peran Ibu (alm) Ainun yang menjadi booster stamina daya juang habibie menjalani semua itu. terlalu sederhana digambarkan, tapi ya mendinglah, film yang konstruktif, semakin melengkapi koleksi film tanah air yang bermutu-mutu, tidak melulu horor-komedi-romantis belaka.

Habibie masih hidup, tapi sudah difilmkan. Hebat hebat hebat. Semoga umurnya dipanjangkan, ilmunya diturunkan, sehingga ada ruang oleh bangsa ini untuk dia membuat pesawat yang lebih canggih dari Airbus & Boeing, yang aku yakin beliau pasti bisa.

"Aiunun untukku, aku untuk ainun", quote habibie di closing statement film ini sungguh ngena.

The Billionaire

Karena mungkin Bong Chandra terlalu sibuk jualan seminar sukses, akhirnya Thailand deh yang punya film sekeren The Billionaire. Terlambat baru menonton sekarang aku, dulu pas masih tayang di bioskup akunya terlalu sibuk dengan terlalu banyak hal sampai-sampai tidak mementingkan nonton.

Tapi timingnya tepat. sehingga mesej dari film ini ngena dan nyampe bener karena baru ditonton sekarang. Ya, ini soal daya juang. 

Aku berpikir, coba, setelah itipat si lakon utama film ini berhasil menjadi milyarder karena produknya masuk ke Sevel, kira-2 berapa banyak ya anak muda yang baru coba2 belajar usaha terinspirasi untuk menawarkan produknya ke Sevel? kira2 Sevel kebanjiran produk apa saja ya dari orang2 yang menawarkan diri menjadi suplier. Apakah semudah itu kesuksesan si itipat berhasil diduplikasi oleh suplier2 baru Sevel yang menyusul berikutnya?

Persoalan tidak sesederhana duduk menunggu di ruang tunggu untuk menunggu Nn Pu si manager mendengarkan presentasinya. Tapi ada persoalan GMP, ada persoalan kapital yang harus disiapkan untuk konsinyasi, ada persoalan penyusutan akibat barang yang BS, ada persoalan ketersediaan bahan baku, persoalan kompetitor, persoalan penyerapan produk oleh pasar, persoalan perijinan pangan dan uji klinis. Dan persoalan-persoalan lainnya.

Itipat memiliki daya juang yang sampai puncak, sehingga satu demi satu persoalan ia lewati walau tidak selalu dengan mulus. Nah, apakah kita memiliki stamina daya juang yang bisa melewati semua itu? jangan-jangan, hanya karena kurang modal, kita mandeg. karena penyerapan produk dipasar terganggu, kita blank. karena kemelut internal, kita rempong sendiri. karena diserang kompetitor kita stuck. 

sekali lagi, daya juang!

Monday, October 1, 2012

PPSDMS


Sewaktu acara di Depok dulu, ketemu dan bareng anak PPSDMS. Berapa bulan berikutnya ikut acara di Bandung, kebagian sekamar sama lagi-lagi anak PPSDMS. Baru kemarin acara di Jakarta, lagi-lagi sekamar dengan anak PPSDMS.

PPSDMS itu katanya sebuah asrama, yang masuk kesitu mahasiswa pilihan, yang kalau shubuh sudah tidak ada yang tidur lagi dan kalau malam rame oleh ibadah malam. PPSDMS itu bukan cuma mahasiswa religiusitas tinggi, tapi intelektualitasnya juga pilihan. Keorganisasiannya juga bagus. Entrepreneurialnya oke. Sempurna.

Cuma sedikit jumlah mahasiswa PPSDMS dibanding jumlah semua mahasiswa di Indonesia. Beruntung aku bisa mengenal dan berinteraksi dengan sebagian dari mereka

Tuesday, September 25, 2012

Shana Fatina

Shana pernah jadi ketua BEM di ITB. Orangnya cantik, manis, baik hati, ramah, rendah hati, supel, cerdas, perfectlah pokoknya. Tipe cewe idaman bangetlah.

Ketambahan keren lagi dia apa, sudah hampir setahun enggak ketemu. Apa yang dilakukan dia ternyata masih sama, masih konsisten dengan projectnya, yakni bisnis air bersih murah di sekitar Pulau Komodo dan kedua, ngembangin usaha BBG untuk angkot di kawasan Cirebon.

Tentu enggak ada gaji dan fasilitas untuk menjalankan project2 itu. Tapi karena memang Shana fokus di karya, bukan di income, ya makanya dia tetap fight dan kekonsistenannya.

Kang Sano

Pendiri Greneration Indonesia, Kang Sano namanya. Aku menenganlnya setahun yang lalu di British Council. Pemuda tampan dengan satu istri dan satu anak yang cukup menyebalkan, tidak suka basa-basi, tidak terlihat ramah, dan nggak asik lah.

Tapi gara-gara bulan ini aku mencanangkan sebagai bulan untuk belajar strict, eh akhirnya ketemu lagi. Sampai 3 kali pula. di Jakarta, di Bandung dan di Jakarta lagi. Kang Sano orangnya strict, A ya bilang A, B ya bilang B. gue ya gini, lu gak suka ya terserah. dagangan gue begini, lu mau beli ya situ enggak ya silahkan.

Saat rapat tidak takut tuh ditinggalkan tim nya, ngomongnya ketus, keras, tegas. Tapi ya itulah yang mengantarkan dia menjadi narasumber yang dipanggil kemana-mana, tas BaGoes nya mendapat penghargaan dimana-mana.

Dan saya bersyukur bisa main ke kantornya dia, tempat Komunitas Greneration Indonesia menjalankan aktivtas usaha. Bertemu juga dengan timnya dia, ada Dwita, Guli, Gardea, Annas, Asep, Saka, Yadi, dll ada 18 semuanya.

Ditengah keputusasaanku meneruskan kelangsungan L22, yang akhir-akhir ini aku kerap menghibur diri dengan mengepel, menyapu halaman dan sekedar beberes perabotan. Eh, akhirnya ketemu dengan kantor yang aku imajinasikan. ya, kantornya GI, semacam rumah biasa, tapi berfungsi office, anak2nya kompak, aktivitas usaha jalan. Sano sang pendiri sesekali mengajak istri dan anaknya ke kantor, istri dan anaknya yang masih baby imut 3 bulan pun disambut bak keluarga oleh timnya.

Beberapa dari timnya sudah menikah, bahkan ada yang menikah sesama anggota tim, dan mereka masih bertahan disana. Kang Sano dan GI yang dia buat memberikanku dua hal :

Pertama : Jangan putus asa, konsep office yang kamu idam2kan itu bukan khayalan kosong kok, ada tuh contohnya yang udah berhasil. Bisa kan mereka?

Kedua : Belajarlah strict!, jangan memble oleh pendapat, omongan orang dan tindakan teman2mu sendiri yang tanpa sadar sedang menjarah mimpimu.

dan tentu segeralah menikah dan beli mobil. Umurku masih 6 tahun dibawah Sano. masih ada kesempatan untuk meneladani dia, belum telat.

Terima kasih kang Sano. semoga sukses selalu...

Ramadian Bachtiar

Baca CV nya aja udah geleng-geleng. Apalagi kalau denger dia cerita tentang berbagai pengalamannya, dari mulai Biologi yang menjadi latar belakang akademiknya, sampai tentang sinematografi yang jadi profesinya saat ini. Dari mulai Indonesia negerinya sendiri sampai ke Norwe, India, Iran, Madagaskar dan banyak lagi negara-negara yang pernah ia jamah.

Mas Rama, begitu kita akrab memanggilnya kemarin jadi mentor sinematografi kita selama 3 hari di Bandung. yah, semacam disekolahkan gratis & difasilitasi pula oleh British Council kita kemarin.

Ada dua hal yang sangat menarik dari sekian banyak hal yang menarik dari mentor kita tericinta yang mau aku bagikan kali ini :

Pertama : Orangnya periang. Misalnya, panitia yang memandu kita salah jalan, bukannya mengeluh, tapi membuat itu jadi banyolan, jadi kita semua tertawa ceria. Begitu juga untuk hal-hal lain yang bagiku cukup boring menghadapinya, dia tetap bisa menikmatinya dengan aneka rupa caranya.

Kedua : Inilah kelebihan orang yang banyak pengalaman. misalnya, aku, hilmy, rini, indra, nanky, atau zacky bertanya sesuatu, dia jawabnya ya sesuai maksud pertanyaan kita, begitu real, begitu detail, suka banget lah. enggak kayak bertanya ke pejabat atau orang2 sok pintar misalnya, mensano ingkorpore sane, pertanyaannya ke sono, jawabnya kesane.

Sampai berjumpa lagi mas Rama. terima kasih banyak atas perguruannya, sehingga kita bisa membuat karya film pendek pertama dengan story dan teknik yang terbimbing.

Sunday, September 9, 2012

Prof Sony Heru, UKSW


"Banyak orang mencari inspirasi agar termotivasi untuk bekerja, namun seringkali motivasi justru bertumbuh seiring upaya yang dilakukan"-Prof Sony Heru, UKSW

Haduuh, apa saja kalau booming jadi ramai di Indonesia. Cocok dengan watak jelek bangsa kita menurut buletin mocopat syafaat : berpikir pendek, malas dan latah (suka ikut2an). Termasuk motivasi. Sekarang ada sertifikasi motivator segala.

Miris, mereka berbagi motivasi tanpa mengenal fondasi dasar. Mereka menyajikan materi motivasi seperti menyajikan masakan Padang di ambon : ini loh ada yang baru, enak, dibeli ya...

Motivasi yang diberikan dalam training kebanyakan adalah berbasis inspirasi. Bagus? Tapi kalau kebanyakan ya bisa overdosis. Kalau overdosis, maka bisa menyebabkan kebutaan : buta tidak bisa membaca diri sendiri. Jadi bingung, ini aku harus ngapain?

Benar saja yang dikatakan Prof Sony kemarin, motivasi justru tumbuh seiring dengan upaya yang dilakukan. Hebat sekali yah pengertian yang diberikan Prof Sony ini.

Iya, tapi pernyataan hebat ini bukan otentik punya beliau. Jauh-jauh hari Tuhan sudah mewahyukan melalui Nabinya : Faidza Faroghta Fanshob.

Pesan salah satu potongan ayat di surat Alam Nasyroh itu kira2 memberi pengertian pada kita begini : Kalau sudah selesai satu urusan, pindah ke urusan lainnya. Saat kita berhasil menyelesaikan satu urusan, maka akan tumbuh motivasi dari dalam diri kita untuk mengerjakan hal selanjutnya.

Maka, kalau mau termotivasi. kerjakanlah sesuatu!


Sunday, September 2, 2012

25TahunRizky #8 : Mentor, Inspirator & Provokator


Kita mulai dari provokator dulu nih :
1. Zainal "Jay Terorist" Abidin

Ngakunya lulusan terbaik nasional tahun 87, dan ternyata memang betul. Lulusan Unsoed ini malah bukan cuma terbaik, tapi juga lulusan termuda diangkatannnya. Aku bertemu beliau di Bogor saat umurku masih 18 waktu itu. Pak Zainal Abidin sangat straight dengan prinsip kemandirian saat mengajarkan entrerpeneurship kepada murid-muridnya. Ini yang memprovokasi aku mau memulai usaha tanpa memikirkan modalnya. Sudah, apa yang ada di dompet, apa yang bisa dijual, ya modalnya pakai itu dulu. Memang bisnis butuh modal, tapi memulai bisnis menunggu modal, itu adalah ciri-ciri usaha yang akan dijalankan tidak akan bertahan lama.


2. Purdi E Chandra

Di EU aku bertemu Pak Purdi, umurku baru 20 waktu itu, sekali waktu pernah juga mengundang beliau jadi pembicara. Bukannya mbayar, eh malah aku sebagai EO nya dikasih duit. Lumayan..

Orang jogja bilang 'Njorokke', orang Banyumas bilang 'njorogna' begitulah cara Purdi E Chandra memprovokasi. Bagaimana dia jeli mencari celah-celah utang dan segala teknik untuk bisa berhasil mendapatkannya.
Sehingga ketika orang memulai usaha dengan hutang, diharapkan orang akan serius menjalankannya, sekalipun mentalnya masih pebisnis-anyaran tapi tidak memble, tidak mudah berbalik langkah, karena sudah terkunci dengan hutang. Walau tidak bisa dipungkiri, banyak yang tetap memble, bukannya survive mati-matian menjalankan bisnisnya, tapi malah ketika bangkrut di awal, dimaki-maki itu Pa Purdi. Sudah resiko beliau.

3. Andreas Hareva

Ini orang pertama yang menyadarkan aku tentang apa itu hantu yang dinamai orang 'sekolah'.  Sekolah itu dicetuskan saat revolusi Industri, karena waktu itu butuh banyak tenaga kerja untuk menjalankan industri, maka sekolah didirikan untuk melatih orang agar bisa menjadi pekerja. Matematika da Bahasa menjadi materi utamanya.
Ya, disekolah adanya itu. Kalau mau belajar tentang akhlak, tentang inovasi, tentang seni dan ekspresi diri, tidak ada di sekolah. Maka, sesuai judul bukunya, sekolah saja tidak cukup.

Kalau manusia cuma sekolah, dia akan jadi manusa-mesin, mirip mesin-mesin di pabrik-pabrik Industri. Tapi kalau manusia tidak hanya sekolah, tapi dia belajar banyak hal terutama tentang sisi-sisi kemanusiaannya yang itu tidak ada di sekolah, maka ia tetap bisa bertahan jadi manusia.


4. Bob Sadino

Guru Goblok ini aku lahap habis dua bukunya. Memang sukses itu yang dibutuhkan tindakan. Tindakan punya jalan pikirannya sendiri kok. Jadi ya pantas saja orang yang kebanyakan mikir itu tidak sukses-sukses, bahkan tidak pernah sukses. Berkali-kali aku ikut seminarnya, di Bogor, di Jakarta bahkan pernah sampai di Malang aku ikuti. Apa yang dia sampaikan ya itu-itu saja, tapi agaknya 'ruh kegoblokan' beliau sudah cukup mendarah daging dan memancarkan karismanya.




Mentor
1. Ria "IC" Marliana

Ini gurunya manajemen diri dan manajemen tim. Dari Ria aku belajar tentang pentingnya menggunakan time planner, to do list dan buku kas. Sangat memudahkan untuk mengatur pengelolaan diri. Kalau untuk pengelolaan tim, aku belajar dan berkonsultasi tentang personality dan ubarampe derivasinya.

2. Mis Ary

Seorang psikologi transpersonal yang juga jago masak. Transpersonal ada di tingkatan paling tinggi ilmu psikologi yang belum diajarkan di kampus-kampus di Indonesia, sedangkan Mis Ary ini sudah berguru pada masternya langsung. Aku berkonsultansi tentang bisnis kepada beliau, tentang prospek, spekulasi, prinsip-prinsip dan mengatasi hambatan. Bagaimanapun pengelolaan bisnis butuh ilmu psikologi yang tidak remeh.

3. Arif RH

Masternya Quantum, itulah Mas Arif. Hukum-hukum fisika newtonian disandingkan dengan fisika quantum untuk diramu dalam proses menjalani kehidupan yang lebih seimbang. kedua fisika itu menyerupai dalam bahasa agama disebut ikhtiar dan tawakal. Diskusi dengan mas Arif bisa berlangsung panjang kali lebar kali tinggi, tentang rahasia-rahasia pencapaian dalam kehidupan yang ternyata tidak bisa hanya berbekal kerja keras.

4. Mas Miko

Kalau Mas Miko ini adalah pakarnya grafis dan videografi. Ini konsultan kreatifku, bertukar ide, gagasan, design dan ubarampenya. Mas Miko orangnya sangat otentik, menyukai hal-hal yang tidak berbau komersial, seperti heritage. Darinya juga akau belajar, suka ya suka, tidak ada hubungannya dengan income.



Inspirator
1. Ary Ginanjar

Beliau berhasil membuat pencapaian puncak, ESQ Training. Sebuah training kepemimpinan terbaik di dunia yang bahkan mengalahkan rajanya konsultan kepemimpinan Steven R. Covey. Tentu hanyalah kecerdasan dan keterbukaan hati yang bisa membuat nilai-nilai luhur agama membumi dalam aktivitas masyarakat modern yang kian sekuler ini. Tanpa Ary Ginanjar, kita hanya mengenal teori kepemimpinan yang hebat-hebat ya dari barat saja. Nabi Muhammad  hanya kita kenal sebagai dongeng saja, sementara di ESQ ia adalah sentral figure yang begitu nyata. Aku musti belajar lebih banyak untuk membuat ilmu agamaku tidak sia-sia, berguna untuk akherat saja, untuk dunia tidak.

2. Chairul Tanjung

Beliau berhasil membuat pencapaian puncak, CT Corps. Dari lapak toko kecil, bisa jadi perusahaan yang memiliki cabang usaha begitu banyak, dengan bersih tanpa bergantung pada celah-celah birokrasi. Perjalanan yang tidak mudah, tapi begitu terarah dan terukur waktunya. Aku iri menerapkan itu dalam pengelolaan bisnisku, agar bisa memuncak pula yang aku capai.

3. Dahlan Iskan

Beliau berhasil membuat pencapaian puncak hadir sebagai negarawan yang dinantikan lama oleh rakyatnya. Pejabat yang melayani, pejabat yang tidak gila hormat. Yang lebih memilih menggunakan mobil pribadinya ketimbang menggunakan mobil dinas dari negara. Sebagai tokoh masyarakat dalam skalaku saat ini, tentu aku iri untuk bisa seperti beliau terhadap orang-orang yang terlanjut menokohkanku.

4. Emha Ainun Nadjib

Saya rasa semengenal bagaimanapun dengan orang ini, Emha tetaplah misterius. Sepakterjangnya di jalan sunyi mengawal pergerakan Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Lebih banyak yang tidak diketahui orang ketimbang yang diketahui orang, bisa jadi dialah pawangnya Republik Ini. Perlahan-lahan melalui forum-forum diskusinya Emha mendekonstruksi Indonesia yang sudah terbalik-balik ini, mulai dari pengertian-pengertian yang paling sederhana. Akalku lumayan kembali menjadi sehat membaca buku dan mengikuti forum diskusinya.

Sunday, August 12, 2012

25TahunRizky #7 : Psimis Yowis..

Bukan 'Ceriwis', tapi 'Psimis'... yowis... Ide pemberian nama ini sempat diejek oleh Pak Solihin, guru Agama sekaligus Pembina OSIS semasa SMAku dulu. Tapi anehnya kok disetujui oleh tokoh-tokoh yang kemudian jadi dewan pendiri. Dewan pendirinya ada 7 : Aku, Andres yang sudah selesai Management Training di Cilegon, Anggi yang masih setia dengan skripswitnya, Wisnu yang baru saja jadi Bapak di Samarinda sana, Aji Nursalim yang jadi mantri di pedalaman Wonosobo, Aan dengan Giant Farm Holding Companynya sekarang dan Kukuh yang baru saja melenggang jadi Ketua Karang Taruna di desanya dalam rangka pemenangan Cabup 2028.

Psimis singkatan dari Paseduluran Senin-Kamis. Adalah sebuah komunitas dengan inisatif mengadakan buka bersama untuk puasa sunnah senin-kamis dalam rangka tirakatan menjelang kelulusan. Awalnya cuma 7 orang, buka bersama di beranda mushola At Tahrim, mushola kebanggaan SMA 2. Menu takjilnya adalah bubur kacang ijo (burjo) beli di Unsoed, dan menu utamanya adalah Rames 'Sitapen' tidak ketinggalan dengan lauk spesialnya : mendoan anget.

Waktu itu anggota diminta mendaftar sekitar 10.000 rupiah kalau tidak salah, maka mereka akan mendapatkan tanda anggota yang dikenal dengan MGSTA Psimis atau singkatan dari 'Mangkok Gelas Sendok Tanda Anggota Psimis'. Haha, keren kan? Untuk selanjutnya setiap pertemuan mereka cukup urunan 2.500 saja, karena sudah tidak perlu beli alat makan, cukup beli nasi, lauk dan takjilnya saja. Jaman segitu 2.500 masih cukup..

Lambat laun perkumpulan Psimis ini menjadi semakin besar. Karena semakin besar, panitia, terutama seksi pembeli burjo semakin kerepotan melaksanakan tugasnya. Bayangkan saja, burjonya sebagian ada yang pesan panas ada yang pesan pakai es. nah sekresek yang panas diboncengin diatas paha sebelah kanan, yang sekresek pakai es ditaruh di atas paha kiri, apa enggak panas dingin itu tubuh.

Akhirnya ide liarpun muncul : daripada repot, mari kita merampok orang saja. Hm, ide ini lagi-lagi kok ya disetujui oleh dewan pendiri. Ide merampok dilakukan secara halus dan tidak melanggar HAM. Yaitu dengan menunjuk secara bergilir anggota-anggotanya untuk menjadi tuan rumah buka bersama.

Idepun berjalan. Iuran tetap 2.500, tapi kali ini tidak beli ke Sitapen atau ke bakul burjo. Tapi diberikan ke si tuan rumah. Dan apa yang terjadi saudara-saudara. Walau urunan cuma .2500, tapi saat buka sudah dapat sate dengan jumlah tusuk unlimited, takjilan, buah, syrup, belum lagi bisa mbungkus dibawa pulang. Haha, pengurus Psimis senang, peserta bukber juga senang. Hanya dengan 2.500 bisa perbaikan gizi senilai 10.000. Hahaha... jahat sekali sebetulnya kalau dipikir2. tapi ya sudah tidak usah dipikir.

Timbul masalah, ternyata jumlah anggota habis, sudah dapat giliran semua, tinggal yang luar kotaan. Bagaimana ini? Tidak habis akal. Hm, sasaran kejahatan Psimis selanjutnya adalah : guru-guru. Wah, diluar perkiraan ternyata begitu senang guru-guru diinformasii dapat giliran jadi tuan rumah Psimisan. Loh iya bagaimana tidak senang, rumahnya diguruduk 'diambah' murid-muridnya. Ini terbukti dengan komentar beberapa guru yang mengeluhkan, adik-adik kelasku tidak melanjutkan tradisi Psimis ini, cuma sampai 2-3 generasi saja dibawah angkatanku. Guru senang rumahnya didatangi murid2nya, murid juga senang, perbaikan gizi dengan tarif tetap 2.500. Haha..

Sampai akhirnya kelulusan tiba. angkatanku, 13 orang tidak lulus. Angka yang fantastis untuk level sekolah favorit semacam SMA 2. Tapi tidak mengapa, life must go on. Untuk pertama kalinya Psimis mendahului OSIS, Pramuka, PMR atau organisasi manapun yang ada menyelenggarakan reuni. 28 Ramadhan waktu itu sekitar akhir agustus  2005, ya paling juga baru 2 bulan lulus, kita sudah reunian. Itu adalah cikal bakal lahirnya tradisi bukber 28 Ramadhanan SMA2 2005 yang terus ada tiap tahun dan istiqomah tiap 28 Ramadhan sampai tahun kemarin dengan model acara yang berbeda-beda. Ada yang di Bangsal (aula) sekolah, di restaurant, sekali waktu juga di rumah guru.

Tahun ini yang harusnya kita kumpul-kumpul bukber yang ke-8, Karena 28 Ramadhannya ada 2 versi, daripada bikin 2 bukber, maka diputuskan untuk tidak usah bukber saja. Hehe..




25TahunRizky #6 : Cinta

(sol)... soal cinta luar biasa 
(la)... lama-lama bisa gila 
(si)... siapa yang tahu pasti 
(do)... doakan aku di sini

Hati remaja tak lepas dari yang satu ini, cinta. Aku tipikal orang yang tidak mudah jatuh cinta, tapi sekali jatuh cinta, susah sekali merecycle-bin nya, kata orang begitu. Benar saja, minimal setara masa jabatan ibu negara lah waktu untuk aku menyelesaikan sebuah cinta, ya, lima tahun.

Cinta pertama masih SD, waktu itu kelas lima. Teman satu kelas, aku duduk di depan, dia di pojokan belakang, tiap aku menoleh kok dia sedang memandang ke arahku. Begitu terus. Wah ada apa ini? Ada apa juga aku bolak balik menoleh. Hahai...tapi ya namanya anak SD jaman orde baru, boro2 kepikir nembak, pedekate aja enggak. Moment terindah paling waktu pramukaan bareng, saat ikut lomba dikendaraan duduk deketan ah. Hahai.. oh satu lagi moment kerja bakti, aduh romantisnya menjunjung meja berdua sambil senyam-senyum gitu. Hahai..

Sampai akhirnya cinta pertama itu pupus selulus aku SMP, yah dia juga lulus SMP di sekolah yang berbeda. Dia dinikahi orang. Ya sudahlah... Tapi sebelum cinta pertama ini pupus, cinta kedua sudah datang sebenarnya, kelas dua SMP waktu itu, seorang adik kelas yang smart & menyebalkan berhasil memikat hatiku. Kita berdua jalan... kemudian istilahnya anak muda 'jadian' deh. Enggak ada sebulan, cuma 18 juli sampai 17 agustus saja kita jadian, setelah itu tanpa ba bi bu, tanpa basa basi aku di putusnya. Huft....

Tapi 2-3 bulan kemudian yang salah satunya atas jasa para kompor, teman-temanku di Pramuka & OSIS, dia minta balikan lagi. Tapi o..o.. tidak bisa, aku tidak menerima ajakan itu.. sampai sekarang... walau selang berapa lama waktu itu kita dekat lagi. Lagi-lagi di moment2 Pramuka dengan aneka lomba-lombanya itu. Sampai expired date 5 tahun, tibalah kelas 3 SMA, ya kami ditakdirkan 1 SMA dan sama-sama dewan ambalan pula. Tapi sepensiun dari dewan ambalan, di kelas 3 SMA waktu itu perasaanku ke dia sudah menyenyap menghilang perlahan.

Mungkin karena sudah kadung kedatangan figur baru. Kelas 1 SMA, di hari pertama MOS, jatuh cinta pada seorang yang duduk persis di bangku depanku, gadis pemilik HP Siemens M35. Hingga naik kelas XII, minimal sehari dua kali saat pelajaran di kelas aku ijin ke belakang, hanya untuk lewat di depan kelas dia berharap mudah2an ada sumbangan senyum untukku... Hahai... waktu itu HP belum populer, pulsa masih mahal, wartel yang jadi pilihan... ya minimal 3x seminggu @ tiga perempat jam lah aku menelepon dia.. Haduh senangnya mengobrolkan apa saja di telepon.

Sampai akhirnya cinta ini abadi selama 5 tahun juga. Sampai tahun kedua aku kuliah, entah menggelinding kemana. Di usiaku yang masuk kepala 2, cinta bertepuk sebelah tanganku ini sudah expired rupanya.

Tahun 2007, lagi-lagi cinta pada pandangan pertama. Sosok srikandi pilih tanding berhasil memikat hatiku. Sepertinya tidak perlu panjang diulas, karena rasanya masih 'nyes..nyess' gitu menulis tentang kisahku ini. Yah, intinya dia adalah gadis pertama yang berhasil membuatku punya keberanian untuk aku menyampaikan ajakan menikah. Dan gadis pertama pula yang menolak. Haha. Tragis! Tidaklah, ini bagian dari perjalanan..

Dan sekarang sudah tahun 2012. Berarti sudah 5 tahun kan yah umur cinta ini? sudah saatnya berakhir... Tapi pertanyaannya, kok belum datang ya yang baru? Yang 'klik' dari pandangan pertama, yang membawa supply power untuk membuatku berani mengajak dia menikah? Sabar ya ki, mungkin besok, atau lusa, atau di lain hari. Yang penting yang lama sudah expired to? Space sudah kosong kan? Adududu...


Saturday, August 11, 2012

25TahunRizky #5 Institut Kemandirian

Inspirasi entrepreneurshipku yang pertama adalah ibu dan bapakku. Walaupun keduanya guru, sewaktu kecil kami buka warung di rumah. Maklum, gaji kecil ditambah letak rumah yang strategis didepan sekolah persis, sayang tidak dimanfaatkan untuk jualan.

Kesibukan dirumah waktu itu adalah membungkusi 'kacang kapri', kacang bulat kecil warna hijau yang krezz kalau digigit, dibeli ibuku dari pasar dalam ukuran ball, lalu dibungkus kecil-kecil di-seal manual dengan lilin atau teplok. Waktu itu belum ada listrik. Listrik baru masuk ke desaku secara resmi tahun 1996, aku kelas 4 SD. Rumahku yang mendapat kehormatan menjadi rumah pertama yang dipasangi meteran oleh PLN waktu itu.

Wrapp.... pindah ke masa kuliah, akhirnya aku menemukan aktivitas men-seal manual lagi. Kali ini bukan kacang kapri, tapi snack bantal keju. Sungguh mahasiswa yang aneh, bukannya belajar script C++, malah sepulang kuliah menuju pasar Bogor, beli snack dalam ukuran ball lalu dirumah dikemas kecil-kecil. Ini gara-gara perkenalanku dengan Zainal Abidin dan Supardi Lee, rektor dan pengajar di Institut Kemandirian milik Dompet Dhuafa Republika. Waktu itu Institut Kemandirian membuka kelas di Bogor, kelas kewirausahaan, aku, azis, danang dan satu orang dari warga asli bogor, kami berempat menjadi siswa angkatan pertama disana.

Selesai pelatihan inilah aku pertama kalinya berani mendeklarasikan diri sebagai seorang entrerpeneur. Loh, sudah kadung deklarasi jadi entrepreneur, tapi tidak punya usaha, lantas bagaimana donk? Jadilah aku dan azis ditambah ada datang kawan dari Jawa, Criyo, kami bertiga jualan snack. Dijajakkan di pinggir jalan dan di drop ke warung.

Ah sepertinya berat yah jualan snack, ganti ah, kali ini uang jatah bulanan dipakai untuk membuat gantungan kunci dan stiker. Hahai, apa yang terjadi? Ternyata tidak mudah juga menjual, rasa malas ini masih melekat kuat di kaki untuk menjajakan, akibatnya krisis ekonomi pribadi begitu hebat. Sehari-hari makan nasi rice cooker masak sendiri dengan lauk gorengan only.

Pendidikan entrepreneurship di Institut Kemandirian buatku bagus, kalaulah aku belum pandai jualan setelah lulus, itu adalah persoalan pribadiku dengan diriku sendiri. Di Institut Kemandirian tidak banyak teori. Praktek yang berkesan buatku ada dua, pertama ketika aku datang ke kampus di Lenteng Agung, dompet dan semua uang disita. Aku cuma dibekali air mineral gelas untuk dijajakkan di stasiun, setelah setor dompet bisa diambil. Kalau belum setor hasil jualan dompet tidak bisa diambil. Ah, dasar masih lugu, di stasiun aku tidak berani menjajakkan, walhasil akhirnya aku naik kereta ekonomi tanpa beli tiket dan jalan kaki dari stasiun bogor sampai kost karena benar-benar tidak punya ongkos.

Kedua, ketika aku minta peluang bisnis ke Pak Rektor, aku terkejut, ternyata aku cuma dikasih peluang jualan gorengan gerobak. Yang bener aje.... bukan cuma itu, aku diwajibkan mau belajar gorengan di Cibubur. Hedewh, berat diongkoslah, PP 16.000 kalau 10x pertemuan sudah 160.000 itu baru transport. Hanya untuk belajar ke tukang gerobak gorengan. Aku memilih mengundurkan diri.

Sampai akhirnya ketika aku sudah di Purwokerto aku bertemu dengan pedagang gorengan, yang omzetnya jutaan perhari. Aku berdecak kagum dan baru menyadari. Ternyata peluang yang dulu ditawarkan pak Rektor, yang aku sepelekan, bisa beromzet besar juga, apalagi kalau buka cabang.

Berani berproses, itu yang diajarkan di Institut Kemandirian. Tidak bergantung pada modal, tapi bergantung pada kegigihan kita dalam berusaha. Kerena sekali itu.

25TahunRizky #4 : GAKSA

Peninggalanku bersama teman-teman ambalan Garuda-Sima semasa SMA salah satunya adalah GAKSA. Kependekan dari Galang Ksatria, sebuah ajang lomba Pramuka antar SMP se-karesidenan Banyumas yang untuk pertama kalinya digelar di SMAN 2 Purwokerto. Pertama ada, GAKSA I tahun 2004 dan tahun ini aku mengintip sudah GAKSA IX, itu tandanya setiap tahun perhelatan ini turun temurun ada terus terselenggara.  Mudah-mudahan terus lestari sampai kapanpun juga, biar piala bergilir yang aku rancang & aku beli dulu itu terus berpindah-pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya.

Aku aktif di Pramuka sejak zaman barung Hijau di Siaga dulu. Rasa-rasanya pelajaran di kelas tidak penting, ketika menjelang lomba pesta siaga aku dan beberapa orang harus ijin meninggalkan pelajaran untuk latihan pramuka. Beranjak SMA aku aktif di "Regu Inti", yaitu dewan penggalangnya SMPN 1 Banyumas. Almarhum Pak Diro begitu menginspirasi dengan latihan tiap Rabu pulang sekolah di ruang barat sekolah waktu itu.

Di SMP, event terbesar tahunan yaitu Perkemahan Pelantikan aku yang kebagian ditunjuk jadi ketua panitia. Lumayan capek mengurusi perhelatan itu, 3D2N aku paling hanya tidur 2 jam di malam kedua saja waktu itu. Digitalisasi perkemahan, itu kata teman-teman. Ya, karena sejak tahun itulah soal lomba, rambu-rambu dan atribut event dibuat berbasis komputer, sedangkan di tahun-tahun sebelumnya masih pakai manual.

GAKSA sendiri teinspirasi di masa SMP, ketika aku dan teman-teman satu regu putra + satu regu putri ikut dalam lomba Jelajah Galang (JEGAL) tingkat Kabupaten yang diadakan oleh SMA 3 Purwokerto. Ikut dalam regu di lomba penjelajahan daerah Pasir, Purwokerto Barat itu ada Giri, Budi, Jupri, Hilmy, Fresty, Mona, Dewi dan banyak lagi lainnya. Cuma dapat runner up waktu itu. Lumayan lah.

Mengadopsi dari JEGAL inilah, aku menggagas GAKSA. Bedanya, sekupnya lebih luas, kemudian ada lomba tambahan yaitu lomba cerdas cermat. Mencetuskan Gaksa tidaklah mudah, aku harus menghimpun dewan ambalan dalam berkali-kali rapat yang sampai sore, melelahkan. Bukan cuma itu, yang terberat adalah meyakinkan dewan pembina dan pihak sekolah bahwa sekalipun belum pernah ada event dengan anggaran sebesar GAKSA di sejarah per-pramuka-an di SMA 2, tetapi percayalah ini event akan berjalan lancar, tidak ada penyalahgunaan anggaran dan acara tidak akan gagal.

Dalam perjalanan perencanaan event, sempat beberapa kali rapat memanas, pembina yang 'misuh-misuh'lah, dewan ambalan yang beda pendapat sampai melempar penghapus. Wah ramai pokoknya. Karena itu sangat puas aku ketika acara ini terlaksana, lancar sampai selsai, bahkan diteruskan oleh adik-adik kelas sampai saat ini.

Merintis itu tidak mudah, bagaimana meyakinkan orang-orang disekeliling kita akan ide kita, itu yang berat. Jangankan selevel aku, bahkan Steve Job saja ada tuh videonya dimana dia mengalami masa-masa begitu berat untuk meyakinkan orang-orang dalam timnya bahwa gagasannya itu brilian, relieble dan akan diterima public. Ya disitulah kapasitas kepemimpinan seseorang benar-benar diuji. Lah kalau hidup hanya datar-datar saja, cuma meneruskan program kerja tahun sebelumnya, cuma menghabiskan dana yang sudah dianggarkan, cuma menunggu sore, menunggu tua. Lah mau kemana memang hidup ini?

Friday, August 10, 2012

25TahunRizky #3 : Sekolah Alam

Takjub ketika pertama kali aku mendapat cerita dari temanku tentang Sekolah Alamnya Neno Warisman di Depok. Wah iyah, keren sekali, 180 derajat berbeda dengan model sekolah-sekolah konvensional. Kemudian wawasanku bertambah luas lagi setelah Februari kemarin di Bandung bertemu, ngobrol panjang lebar dengan pendiri seribu lebih sekolah alam di Indonesia, Lendo Novo namanya. Orang 'bodoh' yang mengundurkan diri dari jabatan tingginya di kementerian dengan potensi income take home pay hingga ratusan juta rupiah perbulan, memilih mengabdi kepada masyarakat dengan mendirikan sekolah alam dan kemana-mana naik angkutan umum.

Sekolah memang sudah harus didekonstruksi, agar fungsinya kembali benar menjadi tempat belajar, bukan seperti sekarang ini, tempat mengeruk uang orang tua/wali murid. Waduh susah tau, mengubah sesuatu yang sudah begitu melembaga, secara nasional pula. Kurikulum saja diubah susah apalagi sampai konsep sekolah diubah. Ya sudah, jangan terlalu ekstrim, kita curi-curi dikit saja model pendidikan ala sekolah alam ini disela-sela waktu anak atau adik kita belajar formal di sekolahan. Mungkin sedikit, tapi bisa membangun jiwa si anak, itu lumayan.

Ngomong-ngomong soal sekolah alam, aku juga semasa kecil menghabiskan waktuku di sekolah alam loh. Wah dimana itu? di tempatnya Bu Neno atau di sekolahnya Pa Novo? Haha, jawabannya tidak di dua-duanya. Aku sekolah di sekolah alamku sendiri. Di depan rumahku dulu ada pohon jambu air. Aku belajar kurikulum memanjat pohon ya disitu. Di pucuk pohon ada benalu merambat, aku belajar simbiosis parasitisme disitu.

Di desaku ada sebuah sungai besar, ya paling besar setidaknya di desaku, walau belum ada apa-apanya dibanding sungai serayu, apalagi mahakam. Hehe. Kali (Jawa:Sungai) Bancak aku menyebutnya, aku menyusuri membawa 'seser' dan pancing ikan. Tujuannya bukan untuk mendapatkan ikan sebetulnya, tapi untuk mengeksplore the nature. Sampai aku tidak terasa, wah sampai di hulu sungai saudara-saudara... Aku jamin tidak banyak diantara anak-anak seusiaku saat SD waktu itu yang menyusuri kali sampai ke mata airnya itu.

Di sungai aku belajar petualangan di dunia nyata. Dan di video game aku belajar petualangan semu. Karena dulu barang langka, aku termasuk yang begitu kagum dan keranjingan, sampai-sampai harus pergi ke RW sebelah untuk sekedar bermain video game dengan berganti-gantian, nunggunya 2 jam, dapat jatah mainnya paling 5-10 menit. Halah...

Dari kecil sampai kelas 6 SD duniaku adalah dunia alam, bermain petak umpet di alam, menerbangkan layang-layang di kebun yang ada tebingnya, membuat rumah-rumahan 'gubuk', membuat mobil-mobilan dari sandal bekas, menunggui orang membuat sumur sambil mengumpulkan tanah liat untuk dibuat bentuk-bentuk tertentu, sampai membuat tugu air kencing.

Pada tau tidak cara membuatnya? Bagi yang tidak tahu ini aku ajari, pertama, buatlah gundukan dari debu lebih kurang setinggi 30 cm, lalu kencingilah puncak gundukan itu, lalu sapulah dengan tangan bagian bawah gundukan yang tidak basah dikencingi tadi, lalu jadi deh sebuah monumen. Hehe.. Masih banyak permainan lainnya, ada Sunda Manda, bermain Janur, bermain di danau, kasti, sepakbola (ini yang jarang nih, makanya sampai sekarang enggak bisa), dll.

Kelihatannya biasa saja, rasanya biasa saja, baru tahu sekarang betapa semua aktivitas itu adalah aktivitas yang luar biasa. Emha Ainun Najib pernah berpesan "pendidikan yang pertama-tama diberikan kepada anak adalah motorik, dan yang kedua adalah disiplin atau menahan diri."

Aktivitas motorik, melibatkan indra gerak kita, itu manfaatnya panjang kedepan. Salah kaprah orang sekarang, bukannya anak dibiarkan bermain-main mengasah motorik mereka, tapi malah dikursuskan membaca, menulis padahal 5 tahun saja belum genap. Aduh, mau jadi seperti apa struktur syaraf di otaknya nanti.

Orang zaman dulu memang lebih fitrah ketimbang sekarang, oleh karenanya anak setelah beranjak dewasa dipaksa untuk 'nyapu latar' (Jawa:menyapu halaman), 'rikat pedangan' (Jawa:membereskan dapur), dan sebagainya aktivitas yang melibatkan alat gerak sehingga mengaktifkan syaraf motorik anak. Nah anak jaman sekarang semua dilayani, maka setelah besar benar saja deh tidak bisa apa-apa, orang struktur syaraf otaknya enggak karuan.

Maka sekolah alam benar-benar menjadi solusi. Tidak harus dalam bentuk lembaga sekolah alam, akrabkanlah anak-anak dengan alam, biarkan alat gerak mereka berfungsi, percayalah itu berpengaruh baik ke perkembangan syaraf motorik mereka dan mereka akan menjadi anak unggulan, ya minimal seperti aku ini (narsis). haha

25TahunRizky #2 : Jamus Kalimasada

Alat musik yang aku pelajari pertama kali di waktu kecil adalah meja, orkestranya waktu itu namanya 'kedumbrangan'. Kenakalan anak kecilku masih terbawa sampai kelas 2 SD, aku masih ingat waktu itu saking asyiknya kedumbrangan, sebuah gayung milik temanku Susi yang tersimpan di dalam tas aku tabuh keras-keras sampai ancur itu gayung dan gegerlah seantero kelas seharian gara-gara si empunya gayung itu menangis sejadi-jadinya.

Semakin rasional ketika beranjak kelas 4 SD aku belajar pianika, asyik juga alat musik ini menurutku. Lalu kelas 5 SD aku mengenal seruling, agak susah bagiku untuk menguasai alat musik ini. Alatnya yang susah atau memang kecerdasan musikalku yang memang payah.

Yah, kecerdasan bukan cuma 1 itu yang aku kenal setelah kuliah. Bertentangan dengan yang aku fahami sedari kecil sampai aku masuk SMA, bahwa kecerdasan cuma 1 : nilai rapor akademik. Dan selain daripada itu hanyalah 'samben' (Jawa:sambilan). Padahal teori multiple intelegence menyebutkan ada sedikitnya 8 jenis kecerdasan :
1. verbal
2. spasial
3. intrapersonal
4. interpersonal
5. logical
6. kinestetik
7. musical
8. natural

Sampai kelas 1 SMA aku mengenal gitar. Aku, Otong & Putra teman satu kostku mengawali belajar gitar bersamaan waktu itu. Namun, walaupun mulai belajarnya bersama-sama, tapi hasil belajar yang didapatkan tidak sama. Si Otong Mahir bermain gitar, Putra ya bisa main lah, dan aku hanya satu dua lagu saja, itupun yang pakai kunci-kunci dasar. Haha, dasar payah memang kecerdasan musikalku.

Entah benar-benar ada hubungannya atau tidak kepandaian memetik dawai gitar dengan kepandaian meresonansi hati perempuan, nyatanya semasa SMA, Otong yang pandai gitar punya pacar, Putra yang bisa main gitar juga dapat pacar, aku saja yang tidak bisa main gitar tidak punya pacar sampai lulus. Nasib ya nasib... Haha..

Sampai saat kuliah aku mengenal alat musik baru lagi : Gamelan. Jiah, gamelan kok alat musik baru...gimana si, katanya orang Jawa. Yah, memang bukan barang baru itu gamelan, dari jaman aku SD kalau nonton wayang aku suka nimbrung penayagan dengan sesaji di sekitarnya. Melihat alat musik yang cukup 'rebyeg' mereka siapkan. Terutama aku paling mengagumi gong, suka aku amat-amati waktu kecil dulu, ini kok diameternya besar sekali yah. Dan kalau ada pertunjukkan wayang di waktu berikutnya, aku amati lagi gongnya, kira-kira ada yang ukurannya lebih besar lagi nggak dari gong yang di pertunjukkan sebelumnya.

Akhirnya di umurku yang sudah 24 aku baru mempelajari alat musik otentik milik nenek moyang yang kini dikagumi banyak seniman Eropa dan Amerika itu. Aku mencobai, Sharon, mencobai Kethuk-Kenong, sampai akhirnya di Grup Jamus Kalimasada aku kebagian tugas sebagai penabuh Gong.

Jamus Kalimasada itu bentukannya anak-anak Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tepatnya dari teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pimpinan si Demas, sepupuku. Seru juga bermain bersama mereka, ada Sinta, Ami, Mas Fuad, Moko, Eko, Denni, Hilmy, dkk. Hampir semuanya anak Muhammadiyah, kecuali aku. Hehe.. Memangnya hanya anak Muhammadiyah yang boleh bergabung dengan sesama anak Muhammadiyah? Enggaklah, yang penting kita punya bekal pengetahuan, bekal prinsip, bergabung kemanapun kenapa tidak? Justru ketika kita takut bergabung dengan teman-teman yang berbeda pemahaman, itulah tanda bahwa pengetahuan dan prinsip kita lemah.

Jamus Kalimasada punya pelatih yang tidak baen-baen, Ki Dalang Subur Widadi. Dalang Kondang Karanglewas yang namanya tidak asing lagi bagi para penikmat wayang. Walau kita grup gendingan pemula, tapi sudah diundang kemana-mana, ke hajaran si anu dan si itu. Hehe.. Perform terbesar kita adalah di hadapan ribuan mahasiswa baru saat pelaksanaan Ospek di UMP, oh ya ada satu lagi saat silaturahim dan pelepasan jamaah haji Muhammadiyah tingkat Kabupaten. Keren kan.. Kelupaan satu lagi, kita perform dihadapan bu Wakil Gubernur : Rustriningsih saat beliau kunjungan ke Purwokerto.

Rasanya tidak perlu sungkan menanggap kami kan?

Begitulah Jamus Kalimasada yang sekarang ini aku kurang bisa membagi waktu untuk aktif latihan, nguri-uri kebudayaan adiluhung peninggalan nenek moyang. Gendingan mungkin sekarang ditinggalkan, tapi aku percaya gendingan tidak akan punah. Karena gamelan merupakan alat musik cerdas yang tidak tertandingi oleh peradaban manapun, peradaban barat sekalipun.



25TahunRizky #1 : BHHC

Tanggalnya 1 April, tahunnya 1987, harinya rabu, pasarannya pon,sama seperti Bung Karno jamnya jam 05:15 waktu fajar di rumah bersalin Bidan Rakitem Banyumas aku dilahirkan. Bidan Rakitem ada di dekat alun-alun Banyumas, masih 1 kompleks dengan pendopo Sipanji lama dan sejumlah rumah-rumah tua yang mebah di zamannya, kawasan bersejarah Kota Lama Banyumas. Karena aku lahir di kompleks heritage ini mungkin, yang membuat aku begitu bersemangat bergabung menjadi bagian dari saksi sejarah berdirinya BHHC, Banjoemas History & Heritage Community.

Apa itu BHHC, bisa dibuka di situs Banjoemas.com lebih lengkapnya. Banjoemas.com adalah website milik Banjoemas Hostory & Heritage Community, aku aktif didalamnya, mendampingi Mas Miko sang pendiri melakukan riset dan festival seputar sejarah dan peninggalan-peninggalannya yang ada di Banyumas.

Di Frescho Cafe, jalan Ringin Tirto BHHC didirikan, waktu itu bertepatan dengan tanggal 11 bulan 11 tahun 11 nyaris menjelang jam 11 malam. Hehe. Mas Miko, Aku, Hilmy dan Mas Mahbub yang hadir pada waktu itu. Aku bilang komunitas ini otentik. Kenapa? Pertama, karena tidak meniru siapapun komunitas ini dibentuk. Kedua, riset dilakukan begitu serius oleh mas Miko, sehingga data-data yang disajikan oleh situs komunitas cukup akurat dan berbobot. Ketiga, komunitas ini cukup aktif, setidaknya sekali dalam dua bulan kita adakan event.

Event pertama setelah pendirian adalah "Jelajah Wirasaba", ini itenerary trip pertama yang pernah ada disini, menggali sejarah dan peninggalannya di kawasan Bandara Wirasaba, Purbalingga. Berapa banyak yang tahu coba kalau di area bandara militer yang sebentar lagi diperluas untuk persiapan komersial ini terdapat pendopo, makam dan bangunan penting coba? Trip yang digandeng dengan susur rel Sokaraja-Banjarsari ini berhasil mendokumentasikan sisa-sisa peninggalan yang ada, sebelum benar-benar situs-situs sejarah itu diratakan dengan tanah atas nama pembangunnan.

Event berikutnya dilaksanakan bulan Februari, "Jelajah Tjilatjap jilid I". Total dalam plan ada 3 jilid penjelajahan kota Cilacap, di jilid pertama ini kita baru mengubek-ubek seputar stasiun kereta api Cilacap, pelabuhan Tanjung Intan plus Benteng Pendem saja. Cilacap menyimpan banyak sejarah, baru tahu aku kalau kota indusri ini dulunya adalah rawa-rawa penuh penyakit. Sekarang Cilacap sudah memiliki satu-satunya pelabuhan di pesisir selatan Pulau Jawa.

Dua bulan berikutnya, April 2012. Giliran festival foto lama BHHC yang diselenggarakan bersamaan dengan forum Sepeda Onthel Nasional di GOR Satria Purwokerto. Foto-foto edukatif dipajang dan dipaparkan kepada pengunjung dengan menarik dan mengasyikkan.

Friday, July 6, 2012

Juli Akumulasi


epilog dari buku ini : saya sekarang adalah akumulasi masa lalu

orang hebat itu ya belajar terus, belajar dari apa saja, namanya belajar pasti ada benar dan ada salah. tidak usah takut salah kok, kalau memang kita orang bermental hebat, nantinya semua terakumulasi, dan kesalahan-kesalahan kita akan termaklumi oleh kiprah besar kita. 

selamat belajar, selamat mencoba, tidak usah takut salah. yakin saja nanti akan ada kompensasi yang membuat kesalahan itu termaafkan setelah diakumulasi. yang penting sungguh-sungguh, istiqomah dengan tidak mencla-mencle, tidak inskonsisten.

Wednesday, March 28, 2012

Mba Githa

Wis ora pacaran,
ora ngokok,
ora gondrong,
ora nakal,
lah kok masih membawa-bawa rasa bersalah kemana-mana,
lah si gimana...

Mba Githa, partner perjalananku di trip aceh-weh-medan kemarin, dia orang Cedep, satu institusi yang bergerak di bidang wisata minat khusus. Keren euy cerita-ceritanya, aktivitasnya juga kayaknya menyenangkan.

Mba Githa ini perencana itenerary yang top abis lah. Kalau bepergian sama dia, dijamin (dijamin enggak yah?) bakal puas dan berkesan. Bukan cuma itu, dia juga orangnya lucu. Lucunya contohnya adalah motor cungkring dengan tekanan angin ban enggak maksimal, eh ia naikki dengan santainya bersama suaimanya yang sama-sama berbadan sejahtera itu. Bisa ngebayangin kan gimana nasib ban motor itu tertimpa tekanan. Hahaha...

Mba Githa itu hobi banget & jago snorkeling, juga diving. Kalau liat laut, hedew, langsung aja heboh orangnya pengen nyebur. Kesenengannya hunting obyek buat dijeprat-jepret di dalam air, haduw, bikin ngiri aja sama koleksi foto2 snorkeling Mba Githa.

Lalu apa hubungannya sama tulisan yang diitalic di atas? Yah, satu hobi mba Githa adalah packing, sedangkan hoby suaminya adalah bongkar-bongkar, wah kompak yah. Kata mba Githa, dia menuturkan dari guru travellernya, bahwa cara seseorang packing untuk sebuat trip itu mencerminkan kepribadian orang itu. Misalnya, dia packing dan ketika sudah sampai di destinasi kok ketinggalan barang ini barang itu, tandanya dia ceroboh dalam perencanaan kehidupan. Begitu juga, kalau sampai akhir perjalanan, wah ternyata kelebihan bawa baju, ternyata banyak bawa barang2 ga dipakai, itu artinya dalam hidup dia terlalu banyak membawa beban pikiran yang enggak perlu.

Ya kayak aku ini, kemarin kelebihan bawa kaos dalam. Hm, ada makna detailnya pasti nih kalau dicurhatin ke mba githa. Tapi ya itu arti globalnya adalah aku terlalu senang membawa rasa bersalah karena hal2 yang cuma terlalu aku pikirin aja, makanya aku kadang disuatu tempat menjadi begitu pendiam. Padahal rasa bersalah apa si?ngerokok enggak, pacaran enggak, nakal enggak, gondrong juga enggak?

Wehe, makasih ya mba Githa, jadi dapat bahan introspeksi nih. Kapan2 ngetrip lagi yuk mba...

Di atas boat, saat keliling Pulau Rubiah


Thursday, January 12, 2012

Rini "Padang Ilalang"

Beberapa waktu lalu Rini pesan kartu nama, karena desainnya terserah, aku bikinkan saja. Pikirku, perempuan suka pink, jadinya aku buat desain pinky-pinky... wuaha, aduh, ternyata Rini tidak suka pink. Tapi bagaimana lagi, besoknya harus dipakai itu kartu nama, jadinya ya mau tidak mau tetap saja diambil dan dipakai itu kartu nama.

Rini sekarang concern di Padang Ilalang, sebuah komunitas pendidikan informal di Notog, sebuah daerah di sebelah selatan Purwokerto. Dalam beberapa hal aku punya kesamaan dengan Rini. Ya, meskipun dia anak Fisip, tapi tidak ideologis-ideologis amat.

Dia seorang executor. Action, action dan action. Aku yakin dia punya mimpi, walau aku tidak tahu persis apa mimpinya. Tapi dia bukan orang yang menghabiskan banyak harinya untuk membayangkan mimpi-mimpinya. Dia banyak bertindak, fight, survive & terus belajar.

Beberapa kali aku ikut komunitas yang saat ini ia kelola bersama sahabatnya si Ade anak asli notog. Menarik sekali, aku jadi ingat moment-moment Pramuka. Ya, Pramuka sebenarnya dulu digagas untuk seperti itu, bagaimana belajar tentang air dengan memainkannya, bagaimana belajar tentang sepeda dengan bersepeda bersama dan seterusnya. Sayang disayang pramuka terjebak dalam formalisasi, sehingga semua benci pramuka. Dan Padang Ilalang serta banyak komunitas serupa akhirnya membangun ruang baru untuk menggantikan peran Pramuka itu.

Lepas dari semua itu, memang Rini belum bisa membuat komunitas level nasional. Tapi, dari keistiqomahan, konsistensi, ke-fight-an dia untuk survive dalam apapun kondisi komunitas adalah patut diacungi jempol, disodori cendol dan disundul rame-rame.

Mari kita lihat 5-10 tahun lagi Rini akan jadi seperti apa, aku sudah bisa menebak how success her tomorrow atas sikap mentalnya hari ini.

Tuesday, January 10, 2012

Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa


Buku ini aku lahap habis di atas Logawa, dari jam setengah 10 berangkat di Wonokromo, sampai jam setengah 8 malam masuk stasiun Purwokerto. 2012 memang mahal setiap harinya, tidak boleh itu disia-sia mentang-mentang itu adalah spare waktu untuk perjalanan pulang.

Pak Tjokro adalah Bapaknya para pendiri Bangsa. Sekalipun begitu, dia dan murid2nya, dan antar murid2nya berbeda ideologi, berbeda prinsip. Pak Tjokro atau Haji Oemar Syahid Tjokroaminoto adalah sosok yang egaliter, dia menanggalkan gelar kebangsawanannya. Ya kalau jaman sekarang mungkin, dia tidak menggunakan ijasahnya.

Meskipun begitu, dia mengajak masyarakat Pribumi untuk memakai pakaian internasional, agar merasa setara dengan Belanda, tidak inferior. Ada beberapa point menarik di buku ini, diantaranya :

1. Saya jadi tahu, masalah yang terjadi di zaman ini, ternyata tidak beda2 jauh dengan penjajahan di zaman Belanda dulu. Bangsa kita diberi makan, hanya karena kita adalah sapi perahan. Kekayaaan kita dicuri edan-edanan berjuta gulden dan kita cuma disisai segobang yang untuk makan saja tidak cukup.

2. Soekarno tidak pernah sekolah public speaking, Hamka rela berangkat dari Sumatra datang ke Jogja hanya untuk menjadi santri Pak Tjokro. Oh, ternyata belajar itu bukan soal fasilitas, bukan soal kelas, bukan soal formalisasi apapun. Belajar adalah soal tekad.

Banyak lagi lainnya, kapan-kapan kalau ketemu kita ngobrol saja.

Kalau soal penulisan, hm, buku ini bagus. Kurangnya, hm, penggambaran dan pengimajinasiannya kurang...jadi kurang bisa menikmati alur kehidupan Tjokro secara utuh, dari segi bahasa lebih seperti buku catatan sejarah. Tapi kalau dibilang buku catatan sejarah, ya kurang jangkep si data, tokoh dan peristiwanya..

Jadi bisa dibilang buku ini nanggung, mendalam tidak, asyik dinikmati alurnya juga kurang. Visualisasi foto juga sedikit, pengadopsian ruh-ruh perjuangan Tjokro untuk direfleksikan di zaman sekarang juga tidak ada. Ya, namanya juga buku populer. kan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Tapi, over all, buku ini bagus. recomended dibaca.






Sunday, December 25, 2011

Meraba Indonesia

Kemarin baca bukunya Zikin, judulnya Meraba Indonesia. Kisah perjalanan Farid Gaban & sahabatnya, berkeliling Indonesia dengan naik sepeda motor. Menarik menarik, kisah keliling nusantara seperti ini pernah juga dilakukan oleh wanadri, namanya ekspedisi Garis Depan Nusantara. Beruntung aku pernah ketemu dengan personel2nya, ketika waktu itu Kompasiana mengundang teman2 Wanadri berkisah tentang expedisi itu. Kalau yg farid gaban, kurang beruntung agaknya aku karena dulu kawanku tak sempat mengajakku ketika ada pemutaran film hasil ekspedisinya. Tapi tak apa, sudah aku follow twitternya, begitu ada info, nanti aku catch!

Yang menarik menurutku adl, setiap orang mempunyai caranya sendiri dalam mencintai indonesia. Kalau helmy yahya dulu saat masih miskin ingin sekali ke jakarta dan menaklukan kota itu, farid gaban yang notabenennya hidup sbg wartawan yang penat dgn kesibukannya dan bosan dengan keriuhan kota besar justru sebaliknya, ingin ke kampung, berbaur dengan orang2 desa yang hidup polos di pedalaman.

Ya, setiap orang memiliki cara yg bereda, tergantung latarbelakangnya.kalau dia orang kota, mungkin berpikir surga indonesia ya di desa. Tapi kalau dua anak kampung yang masyarakatnya statis dan aksesnya terbatas, kota adalah visinya.

Yang terpenting adl bukan mengubah desa jadi seperti kota, atau kota menjadi seperti desa. Tapi bagaimana terjadi re-integrasi sosial di dalam setiap itu..

Thursday, November 17, 2011

Sang Penari



Menonton film ini, seperti menonton keseharian kita sendiri. Bahasa banyumasan yang dikenal sbg bahasa ngapak dibawakan oleh slamet raharjo dkk pemain film ini dengan apik. Ada scene tempe bongkrek, menderes, mandi di kali sampai tentu saja tarian seorang rongeng cantik dari dukuh paruk. Srintil namanya.

Film ini memang diangkat dari novel kesohor besutan ahmad tohari, orang banyumas tulen yang sudah menjadi tokoh nasional saat ini. Namun begitu, kata pa ahmad tohari, film tidak sama dengan novel. Film sang penari ini adalah penafsiran dari salah seorang pembaca novel, yaitu sang sutradara.
Erotis. Itulah yang aku tangkap dari adegan2nya. Ada adegan ML di kandang kambing, adegan srintil sedang dilulur bagian dadanya, dan bnyak lagi lainnya.

Jadi teringat pesan teman baikku kemarin : nikmati dengan rasa seni, bukan dengan nafsu. Haha, benar sekali nasehat itu.

Soal isi, aku terlalu dangkal untuk mampu mencerna. Apalagi aku belum pernah membaca novelnya. Satu mungkin yang aku tangkap adalah betapa seni, dijadikan komoditas oleh kaum yg melek kapital dan kekuasaan. Dukun ronggeng bertindak seperti mucikari yang mendapatkan uang ketika ronggengnya usai ditiduri. Lalu ketika parpol masuk, penari ronggeng dijadikan bagian dari alat kampanye, sampai di penghujung film, penari ronggeng tak ubahnya seorang pengamen, menari untuk mecari uang.
Sent using a Nokia mobile phone

Wednesday, November 16, 2011

Mas Bebi

Alhamdulillah, semalam kesempatan ketemu manajer sebuah BMT, mas Beby namanya. Dia kepala cabang di purwokerto. Cukup omber dan marem ngobrol semalam. Ada banyak hal menarik semalam. Kali ini,di share 2 dulu saja ya.

Pertama, mas bebi menuturkan tentang ciri negatif orang indonesia. Yakni (1)malas mencatat, (2)gumunan.

Benar sekali. Terutama point kedua, kebanyakan dari kita itu begitu gumunan. Si A lg exchange ke Belanda = gumun. Si B lolos seleksi ini = gumun. Si C bisa sukses develop bisnis = gumun. Dan seterusnya, dengan mudahnya membubungkan oranh lain dihadapan diri sendi, tanpa sadar yg terjadi saat itu diri kita sedang dipress habis oleh diri sendiri menuju arah kerendahdirian.

Banyak lagi contoh, betapa gumunannya kebanyakan kita. Sampai2 gumun, kalau diri kita bisa mencapai apa yang orang lain capai.

Hal kedua, adalah tentang persoalan kemiskinan. Ini bukan mendengar pertama kali si, bahwa ada dua kualifikasi insan manusia, pertama adalah pengkhianat intelektual dan kedua adalah pejuang intelektual. Nah,kemiskinan adalah korban ulah para pengkhianat intelekual? Siapakah mereka?yakni orang2 yang menggawangi bank2 besar, yang lebih senang menyalurkan uangnya untuk membeli SBI ketimbang menyalurkannya untuk pemberdayaan rakyat.

Lalu siapakah pejuang intelektual itu? Ya orang yang menggunakan ilmunya bukan hanya untuk menimba gaji, tapi selalu memperjuangkan kemudahan bagi orang lain. Ya seperti mas Beby itu contohnya.

Sent using a Nokia mobile phone

Ibu Wirengsari

Setelah sekian lama tidak bertandang, kemarin akhirnya ketemu lagi dengan seorang ibu bernama, ibu Wirengsari. Ibu wirengsari adalah ibunya puput. Ibunya puput adalah pegawai di upk cilongok.

Setel kendo, itulah insight yang kemarin 'tuing' muncul saat ngobrol dengan beliau. Ketika kita bercakap-cakap kemarin "sibuk apa riz, nggak pernah main si?, aku jawab ringan "sibuk pahal bu". Lalu bu Wireng menimpali, "sibuk? Santai aja kenapa? Belum ada tanggungan inih jg kan?"..

Haha, bener juga, nggak usah terlalu streng, mundak gampang stress. Setel kendo tapi entuk akeh. Amin3.

Sent using a Nokia mobile phone

Sunday, October 30, 2011

Wisnu 'Inu' Nugroho

Kemuliaan adalah sesuatu yang tinggi. Karenanyalah, dia akan diterima oleh orang2 yang tidak memintanya.

Contohnya wisnu nugroho yang punya twitter @beginu. Dia menulis begitu banyak artikel karena dorongan hatinya, bukannya sebuah strategi pencapaian kemuliaan. Maka benar saja tulisannya bagus, bukunya laris.

Sent using a Nokia mobile phone

Monday, October 24, 2011

Elite Killer


Film yang bagus. Kisan seorang pembunuh bayaran yang tidak nyaman dengan bakatnya : membunuh. Sewaktu beraksi Danny sang pembunuh bayaran sempat bilang 'membunuh itu mudah, yg tidak mudah itu hidup sbg pembunuh'.

Di lain percakapan, ketika lawan bicara Danny memuji akan kehebatan dia dalam membunuh 'membunuh itu bagian hidupmu', si Danny menyangkal : 'membunuh cuma pekerjaan, bukan bagian dari hiduku'.

Dengan gelegar tata suara dan layar selebar kelirnya dalang Gito dikalikan 3 kali lipat, aksi berkelahi dan tembak2annya mantap sekali ini film. Karena ini bukan postingan resensi, tonton sendiri saja ya filmnya, dimana konspirasi penguasaan ladang minyak di Oman berpadu dengan dendam membunuh pasukan elite inggria : SAS dan tentu saja bumbu romantisme serta erotisme tak terhindarkan ada di film ini.

Aku mau berbagi insight yang aku dapat saja. ada beberapa, tapi satu saja dulu ya.... Bahwa, kalau kita mau jadi maestro di satu bidang, apapun itu, jadikan itu bagian dari hidupmu, bukan sekedar pekerjaan.

Dan alangkah ruginya orang yang bertahun2 menghabiskan waktunya untuk pekerjaannya, bukan untuk bagian hidupnya.

So, jadikan pekerjaanmu bukan pekerjaan, pekerjaanmu adalah bagian hidupmu.

Sent using a Nokia mobile phone

Sunday, October 23, 2011

Gusdur

Gunawan Mohammad di twitternya menyinggung tentang Gus Dur, Tokoh Idolanya Adhi Yuwana. Kata Gunawan Mohammad, Gusdur itu menjadikan iman bukan sebagai benteng yang membuat dia aman didalamnya, tetapi Gusdur menjadikan iman sebagai obor, bekal ia mantap berjalan keluar.

Menarik sekali, ketika banyak aliran-aliran fundamental memilih-milih ustadz karena takut aqidahnya tercemar, eh orang macam Gusdur jangankan lintas manhaj, bahkan lintas agamapun ia sambangi, dengan percaya darinya, yakin sekali bahwa imannya kuat, tidak tercemar.

Aku rasa ya memang begini ini cara membuktikan kuatnya iman. Lah, kapan kita tahu iman kita kuat kalau ada di dalam benteng manhaj terus.

Monday, October 10, 2011

Isma @Realisma

Terbiasa memilih dan mengerjakan yang sesuai kata hati. Mungkin sering berbeda denganmu. Bagiku pilihanku, bagimu pilihanmu. Let's share our perspective!

Ya, Isma, satu dari beberapa anak yang aku kenal pertama-tama ketika waktu itu belum ada fosma, waktu itu training ESQ baru reguler angkatan 5 di Purwokerto. Isma sekarang di Bandung, dia anaknya top abiz, dari dandanannya saja sudah keliatan dia membawa karakternya sendiri. belum lagi dari cara berpikirnya kalau kita ngobrol dengan dia.

Isma terbiasa memilih dan mengerjakan yang sesuai dengan kata hati, sekalipun seringkali berbeda dengan kebanyakan orang, tapi Isma tetap PD. Isma menggarap bisnis tas, dia seriusan, enggak setengah-setengah. Dan Isma, sekalipun anaknya berpunya, kemana-mana di Bandung naik angkot tetap dengan pedenya dan style khas nya.

Bagaimana dengan kita, ayo belajar dari isma, pede mengikuti kata hati sendiri. kecuali bagi kita yang buta aksara dan bahasa hati. Tidak Isma, dia bisa mengikuti kata hati, artinya dia peka dan bisa membaca hatinya sendiri. Sukses buat isma, ismatun, isma dwi fiani, real isma.


Friday, October 7, 2011

Bu Tuty Jatirogo

Sosok orang lapangan, bu tuty figur jogja yang cukup cablaka. Berbagi
ilmu tentang gula, petani organik, expor dan ubarampenya tanpa
ditutup2i dan kami tak perlu membayar royalti.Beliau orangnya
lowprofile, motoran jg cuma mbonceng. Menariknya, ketika kami bilang
"berarti bu e nggak nyari uang ya? Nyari balasan surga". eh, terus bu
tuti njawab "enggak mas, saya cuma nyari terkenal kok", dengan logat
dan bahasa jogjanya yang khas.Bu tuti adl profesor di bidangnya.
Seperti yang dikatakan Mr.Byon, pengusaha Jerman yang ketemu di
Jatirogo tadi, yg dibahasa Indonesiakan dia bilang, "kalian belajar ke
orang yang tepat", ya tepat, ya bu tuti itu.



Sent using a Nokia mobile phone

Saturday, October 1, 2011

Pa Alfin

Tadi sore ketemu Pa Alfin di karanglewas. Beliau dosenku di Akatel. Tidak banyak mata kuliahku yang diajarnya.

Satu pelajaran menarik ketika sidang makalah tugas akhir. Pa alfin memberikan pesan berharga yang masih terngiang sampai hari ini. Pesannya adalah agar aku belajar mempertanggungjawabkan apa yang aku tulis. Pesan ini sinkron dengan yang Ustadz Faturrohman ajarkan, kalau mengutip, sumbernya harus jelas. Kapan2 aku posting tersendiri tentang ustadz Faturrohman dan kekagumanku pada budaya literasi beliau.

Ya, bagi orang lain, sidang tugas akhir yang terpenting adalah vonis lulus dengan nilai bagus. Tapi buatku, sidang tugas akhir tak ubahnya scene2 menuntut ilmu lainnya, kali itu scane pelajaran mempertanggungjawabkan tulisan dengan memilih dan mencantumkan sumber tulisan dengan benar dan jelas.

011011
Sent from lapangan karangwangkal
pagelaran wayang dalang gito

Friday, September 30, 2011

Ust. Faturrohman Kamal

Mas Wiwid Brown Sugar

Exportir muda yang humble & Low Profil, senang dan beruntung sekali kemarin aku dan Hilmy berkesempatan main ke rumah beliau, mas Wiwid namanya. Kalau diceritakan disini mungkin enggak selesai 100 paragraf juga. Tapi intinya, mas Wiwid ini sangat menginspirasi.

Insprirasi apa? Banyak. Satu saja dulu. Kalau dikaitkan dengan kegagalan kita kemarin ikut Kompetisi di Ciptamedia dengan project kita "Majalah Pongkor", memang kita disuruh untuk berdiri di atas kaki sendiri. Persis seperti mas Wiwid teladankan. Dakwah by teladan dari mas Wiwid, dia bukan hanya enggak minta-minta bantuan Pemda atau manapun, bahkan usahanya dikenal Pemda pun dia ogah.

Satu mindframe yang 180 derajat berkebalikan dengan kita. Minta dikenal lewat kompetisi, mengais dana hibah. Wedew jan, betul-betul mencerminkan orang yang sama sekali tidak percaya diri dengan kakinya sendiri. Tentu ini bahan perenungan, untuk meningkatkan level fikriyah kita, untuk meng-oli akal kita, agar niat kita mengikuti kompetisi dan memperebutkan hibah ini dan itu selanjutnya lebih benar, ketimbang sekarang.

Tuesday, September 20, 2011

Bapake Karyanto

Gara-gara kunci pintu dicari enggak ketemu, setelah tidur-tiduran setengah jam lebih di Show Room mobil Satria Perkasa Purwokerto, aku & Hilmy memilih untuk mengeliarkan diri. Hingga sampailah kita di persawahan di Cilongok sana, sawahnya Bapaknya Karyanto.

Walaupun tidak pernah ikut training Parenting atau workshop ke-ayah-an, tidak juga ikut Training for Dai, tapi Bapaknya Karyanto sudah nampak sebagai orang yang menguasai ilmu kehidupan dengan mendalam. Banyak petuah menarik yang ia sampaikan dalam sanepa-sanepa alias akronim-akronim bahasa Jawa, misalnya "ngelmu" itu "angel gole tinemu", kemudian "mata" itu "ngemat barang sing apik" dan ada puluhan sanepa lainnya yang ndilalah kemarin kok tidak dicatat oleh kita.

Satu yang menarik adalah ungkapan beliau, yang intinya begini, ilmu-ilmu ini ya utamanya untuk anak saya, perkara ada luberan (meluap) baru untuk kalian-kalian semua, sambil menunjuk ke kita berdua. 

Inilah orang tua yang benar, tidak beda dengan Ibu dan Bapakku. Pertama-tama sebagai orang tua, kita mencari ilmu ya untuk diteruskan ke anak, pertama-tama ilmu kita ya dialokasikan ke anak, baru ke yang lain. Sangat kontras dengan fenomena orang tua modern di perkotaan. Mereka melenggang-langgang mencari nafkah sesuka hati, sementara anak dipasrahkan jor klowor ke sekolah, asal cari Paud yang mahal, asal cari TK yang bergengsi, SD, SMP, SMA yang favorit, kuliah di jurusan yang Lux dan sudah merasa bangga dengan semua itu.

Walhasil, ya begini-ini, jaman menjadi gonjang-ganjing rapuh tidak karuan. Anak hanya menjadi tempat sampah kurikulum yang sudah basi dan kadaluarsa dan beracun dan menyebabkan kanker syaraf. Sementara pendidikan karakter hanya mereka kenal dari para trainer dan motivator, padahal yang pertama, utama, penting dan mendasar, adalah menurunnya pendidikan karakter dari orang tua.

Untuk siapapun yang mau jadi orang tua, belajarlah dari Bapaknya Karyanto. Dedikasikan ilmumu pertama untuk anak, kalau masih ada lebihan, baru gunakan ilmu itu untuk mencari nafkah, untuk mengejar pangkat dan untuk menasehati anak tetangga.




Saturday, July 30, 2011

Reza

Reza alias Amet, hari ini terbang dari Soetta ke Jeddah dengan Pesawat Boeing terbarunya Batavia untuk Umroh Full Ramadhan. Tadi berkesempatan silaturahim ke rumahnya, walau cuma ketemu Ibunya, tak ada keluarga yang lain apalagi penceramah manapun datang, tapi naga-naganya dialog dengan ibunya Reza jadi sebuah tausiyah bekal Ramadhan yang sangat istimewa.

Dengan bola mata yang berair ibunya bercerita bagaimana Reza, teman SMAku itu beraktivitas selama ini "mau pulang jam 3 pagi pun mas, bruk itu tas, sholat tahajud dia", tutur sang Ibu. "Dan kalau sebelum berangkat, pasti sholat dhuha 2 rakaat 4 kali mas, enggak pernah lewat", lanjutnya.

Reza dapat hadiah Umroh dari Tuhan, seolah itu kalimat implisit yang diceritakan sang Ibu. Walau seliwar-seliwer capek, kurang tidur, seperti yang selama ini aku saksikan, tapi ya itulah salah satu hadiahnya. "Sholat2 itu mas kuncinya, kalau sholat wajib ya namanya juga wajib", Ibunya melanjutkan nasehatnya.

Dan satu lagi, Reza itu kalau sodaqoh walau aku nggak pernah lihat, tapi aku percaya, gila-gilaan dia, brutal sodaqohnya, kagak baen-baen lah bahasa betawinya. Salut sama temanku yang satu ini, walau jatuh bangun, berkeringat, letih, tapi percaya diri dan optimismenya nggak pernah berkurang, tetap semangat di segala kondisi, selalu saja bikin gebrakan-gebrakan, enggak cengeng!

Friday, July 29, 2011

Iswa


Ini bukan note balas budi, karena Iswa kemarin sudah mau menyempatkan datang nonton eksibisku di Usmas Ismail Hall dengan jalan kaki menenteng buntalan tas kresek yang entah isinya apa. Hm, kalau orang sepintas nebak, sepertinya si seepek pisang... *habisnya kumal juga si kreseknya.

This is pure, apa adanya. Iswa, beruntung orang yang mendapatkan dia. Orangnya polos, istilahnya mis Ary, topengnya enggak banyak. Dia di rumah, dia di kumpulan geng nya, atau dia di dalam masjid ya begitu-itu.
Terlihat dari cara dia tertawa, lepas-lepaas, nyaris tanpa beban.

Saat dia nganggur, fine-fine aja, tidak ada guratan kepikiran besar apa. Seperti nyantai saja dia. Nyantai yang sebenar-benar nyantai, bukan nyantai yang dibuat-buat demi politik pencitraan. Kalau lagi SMSan atau Fesbukan, diam autis tidak terkira, satu pesan lugas cablaka yang mengatakan "dont disturb me".

Aku tidak perlu banyak curiga bergaul dengan dia, lugas dan apa adanya.



Sunday, May 1, 2011

Rizka Pratiwi

Kalaulah nama istri orang dicatut di blog ini, betapa tidak sopannya kalau aku tidak mencantumkan nama sang suami. Ya, Mba Rizka ini istrinya Bang Luthfi a.k.a Gopil yang mau resepsi minggu besok atas pernikahan yang sudah diakadkan sejak Maret lalu.

Orangnya santun, ramah, baik, lah pokoknya beruntung sekali bang Gopil ini mendapatkan dia. Yang mau di share disini satu saja dari sekian kebaikan yang mungkin bisa dituliskan tentang sosoknya. Eit, tapi jangan berburuk sangka dulu, tidak ada maksud, perasaan dan hubungan apa-apa antara kami loh ya, dulu maupun sekarang.

Jadi kemarin, dengan penyampaian yang sangat cantik, tanda ke-inner beautyannya, aku dinasehatinya, yang intinya : lebih mudahlah untuk bisa dihubungi.

Betul memang, kadang susah ditelepon, susahnya lagi, karena ketika ditelepon pas tidak berkesempatan mengangkat, jangankan telepon balik, sms balikpun kadang enggak. Begitupun, aku kadang membalas SMS lama, padahal ya, tau sendiri lah bagaimana rasanya kalau SMS tidak dibalas-balas.

Telepon dan SMS memang kadang buatku mengganggu, walau persentasenya sedikit. Inipula yang jadi alasan aku tidak beli Blackberry, atau tidak terlalu open dengan fitur online di hapeku sekarang. Lah asal pulsa ada, lensa kamera jernih, memory cukup, headphone waras, cukuplah. Soal onlen-onlenan, cukup di laptop saja.

Kenapa cukup di laptop saja? Karena aku tidak membayangkan betapa terganggunya hidupku, tidak nyamannya hari-hariku kalau tiap detik harus mendengarkan cethang-cething update-an facebook, twitter, BBM, email.... wong ngewulani SMS telepon saja sekarang manggua ada 'sekretaris pribadi', mah dia aja yang ngurusin.

Dari keenggananku online 24 jam di benda genggam, aku jadi paham dan merasakan kenapa Pak Solihin, orang penting di SMA 2, dan banyak orang seperti dia lainnya bahkan beli hape pun tidak mau, dibelikanpun tidak dipakai.

Kesejatian komunikasi face to face tidak bisa ditandingi dengan hasil teknologi eksternal apapun, bahkan mesin hologram sekalipun.

Kembali ke Mba Rizka, terima kasih nasehatnya, mudah2an setelah ini bisa lebih mudah aku dihubungi orang, agar tidak ada orang yang terpersuliti karena aku.

Tuesday, April 26, 2011

Bacakilat


Buku yang bagus, penulisnya Agus Setiawan menyelipkan tiket seminar gratis di dalamnya. Entah, benar2 100% gratis atau seperti UTHB yang katanya gratis tapi wajib membeli paket seminarkit 350.000.

Obrolan dengan Mas Arif, Mas Harba dan Hilmy kemarin seolah menjadi prolog aku membaca buku ini. Tentang teta-healing, tentang berkembangnya teknologi internal yang dirintis oleh kalangan tasawuf modern dan tentang konspirasi islam trans-nasionalis, yang nampaknya murni tapi ternyata penuh dengan pendangkalan dan pembonsaian.

Loh, apa hubungannya buku tentang teknik membaca dengan semua itu? Ya, bagi orang yang hanya ingin mencari teknik, belajar tentang fiqh membaca dan antipati dengan dunia hakikat termasuk hakikat membaca, tentu semua itu tidak ada hubungannya. Tapi aku membaca buku ini dengan nawaitu bisa mengelaborasikan sejumlah makna yang ada di ujung tanduk akalku saat ini.

Menarik, Mas Arif menyampaikan nasehat dari Ki Nur kemarin : berhentilah belajar. Bagi orang saklek ini akan dimaknai tekstual dan refleknya pastilah penentangan, tapi tidak bagi orang seperti mas Arif dan karena Ki Nur tahu Mas Arif orang seperti apa makanya dia mau menasehatkan itu, maksudnya adalah mem-break sejenak asupan-asupan dari luar, untuk mengelaborasikan ilmu apa-apa yang sudah di dalam diri kita.

Ini adalah salah satu point bahasan di Buku Bacakilatnya Agus Setiawan, bahwa dari seluruh proses belajar 98-99%nya dilakukan oleh bawah sadar. Artinya alam sadar memang ada pada quota 1-2% saja, pantas saja kadang kita baru membaca sedikit, mengaji sedikit sudah merasa penuh, sudah merasa sesak penampungannya, itu terjadi karena kita mengabaikan fitur bawah sadar kita, jadinya mau dipaksa bagaimana juga alam sadar ya mampunya menyerap segitu.

Kalau masih bingung dan ingin tahu lebih lanjut maksudnya, silahkan baca sendiri bukunya, mantaplah. Ini pinjam punyaku juga boleh, tidak harus beli.

Hal menarik kedua di buku ini diantara sekian banyak hal menarik lainnya adalah bahwasannya proses belajar itu ada dua, pertama proses memformulasi apa-apa yang sudah ada di dalam diri, dan kedua proses menyerap informasi dari luar. Nah ini, inilah, kita informasi dilahap terus, tapi begitu sudah tertampung seperti gudang, berantakan tak pernah ditata dan tak pernah di adon, pantas saja belajar ribuan buku jutaan kali pengajian kok IQ masih segitu-segitu saja.

Coba, berapa banyak hal berharga di dalam diri yang terabaikan, tidak terelaborasi satu sama lain, padahal otak yang memiliki 1 triliun sel syaraf memiliki potensi keterhubungan satu sama lain antara dua sel saja adalah 2 pangkat 28 jalur hubungan, bhaayaangkaaaan itu....

Ini juga yang jadi bahan berpikirku, kalau orang-orang Islam fundamentalis saat ini takut menggunakan akalnya, hanya menampung informasi dari hadits2 shahih dan ulama pilihan, dan antara yang shahih2 itupun tidak dielaborasikan satu sama lain, hanya dimaknai sebatas texbook, betulkah itu artinya sudah kembali ke generasi salafus shalih?

Padahal siapakah generasi salafus shalih itu? Mereka adalah generasi abad ke 2-3 Hijriah. Siapakah generasi abad ke 2-3 hijriah itu? Mereka adalah penemu-penemu besar di hampir semua disiplin ilmu yang kemudian dijiplak dan dicuri barat.

Agus Setiawan menjelaskan, bahwa tidak mungkin akan ada penemuan, kalau tidak ada proses belajar yang mengelaborasikan ilmu-ilmu internal itu. Monggo direnungkan.... jangan merasa paling benar, tidak mungkin keliru.

Di buku itu juga menjelaskan sekilas tentang BELIEF, belief itu adalah keyakinan diri akan prinsip hidup. Aku baru tahu bahwa ternyata seseorang itu menyaring masukan informasi bukan berdasarkan benar dan salah, tapi berdasarkan mendukung atau menentang beliefnya. Nah loh, kalau beliefnya hasil doktrinasi dan cuci otak, lah gawaat...

Kalau sisi lemah buku ini, dua diantaranya : Pertama, teknik Bacakilat yang dijelaskan menggunakan proses hipnosis umum, nah inilah kelemahan penulis menurut pendapatku, penulis memukul rata bahwa sugestibilitas setiap orang sama, makanya katanya dasar penentu keberhasilan Bacakilat adalah pada sungguh-sungguh ingin bisa tidaknya menguasai teknik ini.

Dia lupa bahwa setiap orang itu memang bisa tersugesti masuk dalam kondisi hipnosis di gelombang alfa bahkan teta, tapi tidak semua orang caranya itu sama. Seperti aku ini, aku susah untuk mempan dihipnosis dengan cara umum kebanyakan hypnoterapi, alhamdulillah sedikit2 aku tahu caranya menghipnosis diri sendiri. Ada deh..

Jadi saranku, penulis belajar lagi tentang ragam teknik masuk ke zona hipnosis atau meditatif, jangan di babral rata pakai script hipnosis yang "lebih nyaman... lebih nyaman... dan setelah memejamkan mata 10X anda merasa lebih nyaman...", tidak semua mempan dengan script itu.

Kedua, sepertinya penulis bukan seorang muslim, sebetulnya materi yang disampaikan tidak lebih dari turunan Al Quran dan Hadits, seandainya Al Quran dan Hadits dilibatkan, makin mantap dan mendalamlah buku ini.

Tapi bagaimanapun, terima kasih mas Agus Setiawan, semoga Allah berkenan mempertemukan kita dalam seminar Bacakilat, kalau bisa si di Semarang apa Purwokerto dan harus benar2 gratis 100% ya.

Sunday, April 17, 2011

Emha Ainun Najib

Memahami Cak Nun, tidak bisa dengan satu atau dua pernyataannya. Menghakimi Cakn Nun, tidak bisa dengan sekali mengikuti pagelarannya. Saya mengenal Cak Nun pertama dari Slide, slide yang dibawakan oleh Ary Ginanjar.

Saya mengenal Cak Nun kedua dari Majalah, majalan yang dibawa oleh sahabat terbaik saya. Disitulah saya mengenal prinsip tauhid dan aqidah beliau. 

Saya mengenal Cak Nun ketiga dari buku-bukunya, ada "Kiai Bejo", ada "Demokrasi Laa Roibafih", ada apalagi itu lain-lainnya.

Selanjutnya saya mengenal Cak Nun dari pertemuan yang sering diistilahi orang sebagai Maiyahan, Mas Nanang seorang dari Komunitas Blogger Tidar Magelang yang menunjukkan adanya acara ini, lengkap dengan alamat dan rute untuk menujunya.

Cak Nun berbeda dengan kalangan Islam fundamental, yang mereka damai dalam tameng bernama amalan agama, sementara spiritualitasnya kosong. Tandanya apa? Tandanya katanya mereka alim, tapi merasa paling benar, tapi menganggap yang lain dan berbeda dengan mereka lebih rendah.

Cak Nun juga berbeda dengan Trainer, yang tampil memukau dengan menjual agama.

Cak Nun berbeda dengan kaum filosof, yang banyak berbicara kebajikan dan nilai-nilai, tapi praktinya low.

Cak Nun juga berbeda dengan kiai tarekatan dan sebangsanya, karena dia mengkritik adana formalisasi kelompok tasawuf  maupun kelompok tarekat.

Lah, tadi malam kok ada mahasiswa semester 6 fakultas agama islam universitas besar di jogya, ketua IMM pula yang naik panggung menggugat Cak Nun, padahal, menyebut nama acara malam itu apa, juga dia tidak tahu, mentang-mentang dibelakang ada spanduk bekas tulisannya Urip Malaekatan, dikiranya nama acaranya itu, padahal nama acaranya adalah Maiyahan.

Dan saya semakin mengenal Cak Nun, cara dia merespon begitu anggun, saya betul-betul tidak menyangka responnya akan seanggun itu, sehingga si mahasiswa penggugat itu saya yakin betul betul akan berpikir keras tanpa merasa bersalah yang depresif 7 hari t malam, tapi juga jamaah yang tersulut emosinya marah betulan oleh omongan si mahasiswa juga terakomodir. Dan pertanyaan tentang point-point yang dibilang oleh si mahasiswa dia benci dengan pemikiran Cak Nun, terjelaskan secara perlahan, dan suasana yang sempat agak tegang cair kembali atas dukungan penabuh Kiai Kanjeng dan itu tidak akan terjadi kalau Cak Nun salah memilih lagu.

Saya tidak mengkultuskan beliau, saya tidak merokok seperti beliau, saya tidak menisbatkan apa-apa beliau, Saya menulis ini cuma mau mengucapkan terima kasih, Cak Nun sudah menunjukkan saya jalan dan membukakan gerbang, untuk saya bisa menikmati keindahan dan sensasi-sensasi luar biasa dalam pergulatan pemikiran yang sering ia sebut "Kita bebas untuk menentukan batas, bukan bebas untuk mengumbar kebebasan", gerbang menuju Madinatul Ilmu.


PROFIL LENGKAPNYA :

Budayawan Emha Ainun Nadjib, kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953, ini seorang pelayan. Suami Novia Kolopaking dan pimpinan Grup Musik KiaiKanjeng, yang dipanggil akrab Cak Nun, itu memang dalam berbagai kegiatannya, lebih bersifat melayani yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik dan sinergi ekonomi. Semua kegiatan pelayannya ingin menumbuhkan potensialitas rakyat.

Bersama Grup Musik KiaiKanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Di samping itu, secara rutin (bulanan) bersama komunitas Masyarakat Padang Bulan, aktif mengadakan pertemuan sosial melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Dalam berbagai forum komunitas Masyarakat Padang Bulan, itu pembicaraan mengenai pluralisme sering muncul. Berkali-kali Cak Nun yang menolak dipanggil Kyai itu meluruskan pemahaman mengenai konsep yang ia sebut sebagai manajemen keberagaman itu.

Dia selalu berusaha meluruskan berbagai salah paham mengenai suatu hal, baik kesalahan makna etimologi maupun makna kontekstual. Salah satunya mengenai dakwah, dunia yang ia anggap sudah terpolusi. Menurutnya, sudah tidak ada parameter siapa yang pantas dan tidak untuk berdakwah. “Dakwah yang utama bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perilaku. Orang yang berbuat baik sudah berdakwah,” katanya.

Karena itulah ia lebih senang bila kehadirannya bersama istri dan kelompok musik KiaiKanjeng di taman budaya, masjid, dan berbagai komunitas warga tak disebut sebagai kegiatan dakwah. “Itu hanya bentuk pelayanan. Pelayanan adalah ibadah dan harus dilakukan bukan hanya secara vertikal, tapi horizontal,” ujarnya.

Emha merintis bentuk keseniannya itu sejak akhir 1970-an, bekerja sama dengan Teater Dinasti — yang berpangkalan di rumah kontrakannya, di kawasan Bugisan, Patangpuluhan, Yogyakarta. Beberapa kota di Jawa pernah mereka datangi, untuk satu dua kali pertunjukan. Selain berkarya melalui panggung, ia juga menjadi kolumnis.

Dia anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA. Lathif, adalah seorang petani. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Sempat masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian pindah ke SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Lalu sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat.

Lima tahun (1970-1975) hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra dari guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha berikutnya.

Karirnya diawali sebagai Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian menjadi Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum menjadi pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik KiaiKanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.

Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Karya Seni Teater

Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama. Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan ”Raja” Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).

Selain itu, bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun). Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar); dan Kiai Sableng serta Baginda Faruq (1993).

Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan.

Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: “M” Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abacadabra (1994); dan Syair Amaul Husna (1994).

Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997); Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Reformasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); “Kitab Ketentraman” (2001); “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001); “Tahajjud Cinta” (2003); “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006); dan, Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).
Pluralisme

Cak Nun bersama KiaiKanjeng dengan balutan busana serba putih, ber-shalawat dengan gaya gospel yang kuat dengan iringan musik gamelan kontemporer di hadapan jemaah yang berkumpul di sekitar panggung Masjid Cut Meutia. Setelah shalat tarawih, sayup-sayup terdengar intro lagu Malam Kudus. Kemudian terdengar syair, “Sholatullah Salamullah”. Tepuk tangan dan teriakan penonton pun membahana setelah shalawat itu selesai dilantunkan. “Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, saya ber-shalawat,” ujarnya menjawab pertanyaan yang ada di benak jemaah masjid.

Tampaknya Cak Nun berupaya merombak cara pikir masyarakat mengenai pemahaman agama. Bukan hanya pada Pagelaran Al Quran dan Merah Putih Cinta Negeriku di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Sabtu (14/10/2006) malam itu ia melakukan hal-hal yang menurut mayoritas masyarakat dan media sebagai hal yang kontroversial. Dalam berbagai komunitas yang dibentuknya, oase pemikiran muncul, menyegarkan hati dan pikiran.

Perihal pluralisme, sering muncul dalam diskusi Cak Nun bersama komunitasnya. “Ada apa dengan pluralisme?” katanya. Menurut dia, sejak zaman kerajaan Majapahit tidak pernah ada masalah dengan pluralisme. “Sejak zaman nenek moyang, bangsa ini sudah plural dan bisa hidup rukun. Mungkin sekarang ada intervensi dari negara luar,” ujar Emha. Dia dengan tegas menyatakan mendukung pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan menganggap semua agama itu sama. Islam beda dengan Kristen, dengan Buddha, dengan Katolik, dengan Hindu. “Tidak bisa disamakan, yang beda biar berbeda. Kita harus menghargai itu semua,” tutur budayawan intelektual itu.

*****

Nama: EMHA AINUN NADJIB
Lahir: Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953
Agama: Islam
Isteri: Novia S. Kolopaking
Anak:

* Sabrang Mowo Damar Panuluh
* Ainayya Al-Fatihah (alm)
* Aqiela Fadia Haya
* Jembar Tahta Aunillah
* Anayallah Rampak Mayesha

Pendidikan:

* SD, Jombang (1965)
* SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
* SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
* Pondok Pesantren Modern Gontor (tidak tamat)
* FE di Fakultas Filsafat UGM (tidak tamat)

Karir:

* Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
* Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
* Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
* Pemimpin Grup musik KiaiKanjeng
* Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media

Karya Seni Teater:

* Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan “Raja” Soeharto)
* Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan)
* Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern)
* Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern)
* Santri-Santri Khidhir (1990, bersama Teater Salahudin di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun Madiun)
* Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar)
* Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993)
* Perahu Retak (1992).

Buku Puisi:

* “M” Frustasi (1976)
* Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978)
* Sajak-Sajak Cinta (1978)
* Nyanyian Gelandangan (1982)
* 99 Untuk Tuhanku (1983)
* Suluk Pesisiran (1989)
* Lautan Jilbab (1989)
* Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990)
* Cahaya Maha Cahaya (1991)
* Sesobek Buku Harian Indonesia (1993)
* Abacadabra (1994)
* Syair Amaul Husna (1994)

Buku Essai:

* Dari Pojok Sejarah (1985)
* Sastra Yang Membebaskan (1985)
* Secangkir Kopi Jon Pakir (1990)
* Markesot Bertutur (1993)
* Markesot Bertutur Lagi (1994)
* Opini Plesetan (1996)
* Gerakan Punakawan (1994)
* Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996)
* Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994)
* Slilit Sang Kiai (1991)
* Sudrun Gugat (1994)
* Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995)
* Bola- Bola Kultural (1996)
* Budaya Tanding (1995)
* Titik Nadir Demokrasi (1995)
* Tuhanpun Berpuasa (1996)
* Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
* Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997)
* Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997)
* 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998)
* Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998)
* Kiai Kocar Kacir (1998)
* Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998)
* Keranjang Sampah (1998)
* Ikrar Husnul Khatimah (1999)
* Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000)
* Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000)
* Menelusuri Titik Keimanan (2001)
* Hikmah Puasa 1 dan 2 (2001)
* Segitiga Cinta (2001)
* Kitab Ketentraman (2001)
* Trilogi Kumpulan Puisi (2001)
* Tahajjud Cinta (2003)
* Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003)
* Folklore Madura (2005)
* Puasa ya Puasa (2005)
* Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara)
* Kafir Liberal (2006)
* Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006)

- www.padhangmbulan.com - 

Bu Susneti

Kunjungan berikutnya adalah ke seorang warga teladan di Kedung Banteng, Bu Neti panggilan akrabnya. Sebenarnya sopannya si memanggilnya eyang, eyang-eyang tapi masih lincah berbisnis. Hebat euy...

Ada sejilid sendiri pesan-pesan moral dari hikmah perjalanan beliau dari zaman kecil nutur cengkeh, persis seperti yang saya lakukan saat masih SD dan sebelum SD. bedanya bu Neti ini berangkat ke kebon nutur cengkeh jam 2 dini hari, sedangkan kalau saya si siang-siang.

Mungkin karena pas masa kecil mirip2, nasib saya juga sukses seperti bu Neti kali ya nanti, hehe. Apalagi ketambahan saya bukan hanya nutur cengkeh, tapi juga methiki cengkeh, repek pohon alba, wit lompong dan sebagainya. Penuh materi edukasi sewaktu saya kecil, sekolah alam tanpa guru.

Dua saja dulu pesan besar nan istimewa dari bu Neti. Pertama : ora gadhang itu ada orang yang senang melihat kesuksesan kita, itulah yang dia alami berkali-kali, SMS istilahnya : Senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang.

Beliau sebagai pebisnis kerap sekali menjumpai orang lain yang iri, hasad, dengki ketika usahanya sedang berkembang. Tapi begitu ambruk, kebalikannya, puas ia ditertawai.

Sayapun begitu kok, dulu saya itu cemas kalau2 hilmy sukses duluang nggak ngajak saya, kalau andri lebih sejahtera mendahului saya dan sebagainya. Tapi belakangan ini alhadulillah sudah solat tobat, insaf dan insyaallah kalaupun kata2 saya ini dibuktikab beneranpun saya ikhlas kalau teman-teman saya sukses duluan, saya tidak iri, tidak hasad, tidak dengki, saya ikut bahagia saja.

Kedua : kalau kita didholimi atau dalam bahasa bisnis dirugikan, sudah ikhlaskan saja, kalau kita ikhlas, katanya ada dalil hadits yang menyebutkan bahwa yang mendholimi atau merugikan kita akan mendapat balasan kedholiman 10 kali lipat dari Allah.

Jadi, ketika dirugikan partner bisnis, tidak usah resah. Kalau ngorder tidak untung, ikhlas saja. Kalau ditinggalkan timnya, bombong saja, kalau yang tadinya amanah bersama sekarang diwariskan jadi amanah sendiri dan rugi rugi bae, nikmati saja, dan seterusnya. Ikhlas itu cuma 6 huruf, tapi perlu perjuangan untuk memilikinya, tapi kalau sudah memilikinya, ganjarannya ora baen-baen.

Oya, pelajaran tambahan dari bu Neti : The Power of mbagusi orang tua, terutama ibu. Dirinya merasa bisnisnya begitu dimudahkan, setelah menghajikan almarhumah ibunya dan senantiasa tidak pernah luput mengirim doa untuk sang ibu. Ini yang kurang dari saya, saya jarang sekali mbagusi orang tua.

Mas Gunawan

Tepatnya sebenarnya Pak, orang sudah punya istri. Mana kompak banget sama istrinya perihal ngurusi bisnis... haduuuh bikin ngiri saja ini pasangan.

Mas Gunawan adalah penguasa mainan anak, jadi dia ngedrop macam jepet2an begitu tapi ini lebih banyak mainan anaknya ke kampung-kampung. Salesnya ada puluhan, dan jumlah titik droppingnya ada belasan ribu. Dahsyaat, berapa coba itu omzetnya. Hitung sendiri lah ya.

Waktu itu saya berkesempatan main kesana, sebagai presiden tentu kunjungan harus didampingi bupati setempat, bupati kukuh. Jadi ceritanya adalah kunjungan ke warga teladan di wilayah ajibarang. Banyaaaak sekali pesan berharga tentang ilmu2 praktis dari kisah dia jatuh bangun usaha sampai suskses saat ini. Sepertinya capek jari ini kalau harus mengetikkan semua, kalau yang mau cerita lebih banyak, pas ketemu saya tanya saja langsung ya.

Satu saja dulu disini, adalah saat dia terlilit utang, bagaimana dia dimaki-maki orang, bahkan lebih dari itu, saya membayangkan bapaknya yang seorang tokoh masyarakat, seorang kiai disitu dibodoh-bodohi karena tingkah polah anaknya berbisnis dan gagal saat itu.

Saya membayangkan kalau itu terjadi pada bapak saya, bapak saya didatangi orang karena saya nggak sanggup bayar utang, bagaimana air muka dan emosi saya... mengerikan. Tapi, yang hebat saat itu, Mas Gunawan tidak berkecil hati, kegagalannya saat itu bukanlah alasan untuk mengubah konsep diri dari "saya pasti suskses" menjadi "ternyata saya cuma bisa gagal".

Tidak, tidak seperti itu. walhasil dia sukses saat ini. Perhatikanlah, kata al ustadz Yusuf Mansyur Rahimahullah, ketika kita dimaki, dijelek2i orang, ya sudah, terima, itu lagi episodenya, yang penting kita tidak sedang berpangku tangan, kita sedang berikhtiar dan berdoa hanya belum berbuah, itu sudah di dimensi Tuhan bukan di dimensi manusia lagi kalau sudah doa dan ikhtiar.

Dan perhatikanlah, sekali dua kali kita bikin salah, itu bukan pertanda kita ini orang jahat. Sekali dua kali meninju, itu bukan alasan untuk menyatakan diri kita sebagai petinju. Sekali, dua kali terperosok, itu bukan alasan untuk menghakimi diri bahwa kita ini orang apes.

Ilmu yang bermanfaat dari Mas Gunawan, semoga bertambah kebaikan untuk Anda sekeluarga