Tuesday, April 26, 2011

Bacakilat


Buku yang bagus, penulisnya Agus Setiawan menyelipkan tiket seminar gratis di dalamnya. Entah, benar2 100% gratis atau seperti UTHB yang katanya gratis tapi wajib membeli paket seminarkit 350.000.

Obrolan dengan Mas Arif, Mas Harba dan Hilmy kemarin seolah menjadi prolog aku membaca buku ini. Tentang teta-healing, tentang berkembangnya teknologi internal yang dirintis oleh kalangan tasawuf modern dan tentang konspirasi islam trans-nasionalis, yang nampaknya murni tapi ternyata penuh dengan pendangkalan dan pembonsaian.

Loh, apa hubungannya buku tentang teknik membaca dengan semua itu? Ya, bagi orang yang hanya ingin mencari teknik, belajar tentang fiqh membaca dan antipati dengan dunia hakikat termasuk hakikat membaca, tentu semua itu tidak ada hubungannya. Tapi aku membaca buku ini dengan nawaitu bisa mengelaborasikan sejumlah makna yang ada di ujung tanduk akalku saat ini.

Menarik, Mas Arif menyampaikan nasehat dari Ki Nur kemarin : berhentilah belajar. Bagi orang saklek ini akan dimaknai tekstual dan refleknya pastilah penentangan, tapi tidak bagi orang seperti mas Arif dan karena Ki Nur tahu Mas Arif orang seperti apa makanya dia mau menasehatkan itu, maksudnya adalah mem-break sejenak asupan-asupan dari luar, untuk mengelaborasikan ilmu apa-apa yang sudah di dalam diri kita.

Ini adalah salah satu point bahasan di Buku Bacakilatnya Agus Setiawan, bahwa dari seluruh proses belajar 98-99%nya dilakukan oleh bawah sadar. Artinya alam sadar memang ada pada quota 1-2% saja, pantas saja kadang kita baru membaca sedikit, mengaji sedikit sudah merasa penuh, sudah merasa sesak penampungannya, itu terjadi karena kita mengabaikan fitur bawah sadar kita, jadinya mau dipaksa bagaimana juga alam sadar ya mampunya menyerap segitu.

Kalau masih bingung dan ingin tahu lebih lanjut maksudnya, silahkan baca sendiri bukunya, mantaplah. Ini pinjam punyaku juga boleh, tidak harus beli.

Hal menarik kedua di buku ini diantara sekian banyak hal menarik lainnya adalah bahwasannya proses belajar itu ada dua, pertama proses memformulasi apa-apa yang sudah ada di dalam diri, dan kedua proses menyerap informasi dari luar. Nah ini, inilah, kita informasi dilahap terus, tapi begitu sudah tertampung seperti gudang, berantakan tak pernah ditata dan tak pernah di adon, pantas saja belajar ribuan buku jutaan kali pengajian kok IQ masih segitu-segitu saja.

Coba, berapa banyak hal berharga di dalam diri yang terabaikan, tidak terelaborasi satu sama lain, padahal otak yang memiliki 1 triliun sel syaraf memiliki potensi keterhubungan satu sama lain antara dua sel saja adalah 2 pangkat 28 jalur hubungan, bhaayaangkaaaan itu....

Ini juga yang jadi bahan berpikirku, kalau orang-orang Islam fundamentalis saat ini takut menggunakan akalnya, hanya menampung informasi dari hadits2 shahih dan ulama pilihan, dan antara yang shahih2 itupun tidak dielaborasikan satu sama lain, hanya dimaknai sebatas texbook, betulkah itu artinya sudah kembali ke generasi salafus shalih?

Padahal siapakah generasi salafus shalih itu? Mereka adalah generasi abad ke 2-3 Hijriah. Siapakah generasi abad ke 2-3 hijriah itu? Mereka adalah penemu-penemu besar di hampir semua disiplin ilmu yang kemudian dijiplak dan dicuri barat.

Agus Setiawan menjelaskan, bahwa tidak mungkin akan ada penemuan, kalau tidak ada proses belajar yang mengelaborasikan ilmu-ilmu internal itu. Monggo direnungkan.... jangan merasa paling benar, tidak mungkin keliru.

Di buku itu juga menjelaskan sekilas tentang BELIEF, belief itu adalah keyakinan diri akan prinsip hidup. Aku baru tahu bahwa ternyata seseorang itu menyaring masukan informasi bukan berdasarkan benar dan salah, tapi berdasarkan mendukung atau menentang beliefnya. Nah loh, kalau beliefnya hasil doktrinasi dan cuci otak, lah gawaat...

Kalau sisi lemah buku ini, dua diantaranya : Pertama, teknik Bacakilat yang dijelaskan menggunakan proses hipnosis umum, nah inilah kelemahan penulis menurut pendapatku, penulis memukul rata bahwa sugestibilitas setiap orang sama, makanya katanya dasar penentu keberhasilan Bacakilat adalah pada sungguh-sungguh ingin bisa tidaknya menguasai teknik ini.

Dia lupa bahwa setiap orang itu memang bisa tersugesti masuk dalam kondisi hipnosis di gelombang alfa bahkan teta, tapi tidak semua orang caranya itu sama. Seperti aku ini, aku susah untuk mempan dihipnosis dengan cara umum kebanyakan hypnoterapi, alhamdulillah sedikit2 aku tahu caranya menghipnosis diri sendiri. Ada deh..

Jadi saranku, penulis belajar lagi tentang ragam teknik masuk ke zona hipnosis atau meditatif, jangan di babral rata pakai script hipnosis yang "lebih nyaman... lebih nyaman... dan setelah memejamkan mata 10X anda merasa lebih nyaman...", tidak semua mempan dengan script itu.

Kedua, sepertinya penulis bukan seorang muslim, sebetulnya materi yang disampaikan tidak lebih dari turunan Al Quran dan Hadits, seandainya Al Quran dan Hadits dilibatkan, makin mantap dan mendalamlah buku ini.

Tapi bagaimanapun, terima kasih mas Agus Setiawan, semoga Allah berkenan mempertemukan kita dalam seminar Bacakilat, kalau bisa si di Semarang apa Purwokerto dan harus benar2 gratis 100% ya.

4 comments:

  1. assalamu'alaikum? akhi, harga bukunya brapa ya? ana mo bli nh. kira2 mash bs dpet tiket gratis g?

    ReplyDelete
  2. 55.000 di gramedia... masih bisa, insyaallah

    ReplyDelete
  3. mas rizki,, ane dh beli bukunya,, ane mo nanya donk..
    kan kta sudah bacakilat nih.. trus klo misalkan yg dibacakilat buku soal matematika gmna? tp ada rumusnya jg sh dkit.. nah itu bku tebel tuh,, ampe 400 hal.. musti dibuat mindmaping ya'? kaya'a bnyak tuh..

    ReplyDelete
  4. sama nech, saya juga sulit untuk masuk ke kondisi alpha dan theta..
    kalau anda, bagaimana cara untuk masuk ke kondisi tersebut??

    ReplyDelete