Thursday, November 17, 2011

Sang Penari



Menonton film ini, seperti menonton keseharian kita sendiri. Bahasa banyumasan yang dikenal sbg bahasa ngapak dibawakan oleh slamet raharjo dkk pemain film ini dengan apik. Ada scene tempe bongkrek, menderes, mandi di kali sampai tentu saja tarian seorang rongeng cantik dari dukuh paruk. Srintil namanya.

Film ini memang diangkat dari novel kesohor besutan ahmad tohari, orang banyumas tulen yang sudah menjadi tokoh nasional saat ini. Namun begitu, kata pa ahmad tohari, film tidak sama dengan novel. Film sang penari ini adalah penafsiran dari salah seorang pembaca novel, yaitu sang sutradara.
Erotis. Itulah yang aku tangkap dari adegan2nya. Ada adegan ML di kandang kambing, adegan srintil sedang dilulur bagian dadanya, dan bnyak lagi lainnya.

Jadi teringat pesan teman baikku kemarin : nikmati dengan rasa seni, bukan dengan nafsu. Haha, benar sekali nasehat itu.

Soal isi, aku terlalu dangkal untuk mampu mencerna. Apalagi aku belum pernah membaca novelnya. Satu mungkin yang aku tangkap adalah betapa seni, dijadikan komoditas oleh kaum yg melek kapital dan kekuasaan. Dukun ronggeng bertindak seperti mucikari yang mendapatkan uang ketika ronggengnya usai ditiduri. Lalu ketika parpol masuk, penari ronggeng dijadikan bagian dari alat kampanye, sampai di penghujung film, penari ronggeng tak ubahnya seorang pengamen, menari untuk mecari uang.
Sent using a Nokia mobile phone

No comments:

Post a Comment