Menonton film, bahkan membaca bukunya, belum bisa mewakili mendengarkan cerita langsung dari si pelakunnya : BJ Habibie. Beliau memang orang hebat, bukan hanya si jenius yang bersembunyi dibalik meja penelitian sembari mengharapkan salary bulanan. Habibie adalah orang yang menyediakan diri untuk dipanggil oleh bangsanya. Menjadi insinyur siap, menjadi menteri siap, menjadi wapres siap, menjadi presidenpun siap. Bahkan, tidak mendapat apresiasi atas karya2nya, tidak diberi ruang untuk membuat pesawat yang lebih canggih dari Airbus & Boeing hingga saat ini, diapun siap.
Masalah tidak sesederhana yang di film, soal campur tangan IMF yang kaki tangan perusahaan pesawat Amerika terkait penutupan PT DI. soal jajak pendapat timur tengah. soal penistaan terhadap karya2 intelektualnya, yang bahkan jerman lebih menerima karya2nya ketimbang bangsanya sendiri. soal kecanggihan krincing wesi, gatotkaca CN 250 yang teknologinya visioner satu dekade lebih maju dari umurnya. itu semua gagal digambarkan oleh si sutradara yang ikut main di film ini.
terlebih peran Ibu (alm) Ainun yang menjadi booster stamina daya juang habibie menjalani semua itu. terlalu sederhana digambarkan, tapi ya mendinglah, film yang konstruktif, semakin melengkapi koleksi film tanah air yang bermutu-mutu, tidak melulu horor-komedi-romantis belaka.
Habibie masih hidup, tapi sudah difilmkan. Hebat hebat hebat. Semoga umurnya dipanjangkan, ilmunya diturunkan, sehingga ada ruang oleh bangsa ini untuk dia membuat pesawat yang lebih canggih dari Airbus & Boeing, yang aku yakin beliau pasti bisa.
"Aiunun untukku, aku untuk ainun", quote habibie di closing statement film ini sungguh ngena.
No comments:
Post a Comment