Sedikitnya dua kali saya bertemu Om Bob, sekali ikut seminar di IPB, dan kali lainnya makan siang bersama di d'Palm, Bandung.
Om Bob itu lebih parah ketimbang sekedar Pa Purdi, salah satu guru saya lainnya, dedengkot Amikom dan Primagama Grup..
Kata Om Bob, sekolah itu seperti tempat sampah, ya, ilmu yang ada di sekolahan itu ilmu sampah. Dan saya sepakat, amat sepakat. Lalu dimana ilmu berliannya? Ilmu berliannya adalah ilmu-ilmu yang ada di jalanan. Betul betul betul. Karena itulah Om Bob mengaku lebih banyak belajar dari jalanan.
Kenapa disebut ilmu sampah, sederhana penjelasannya. Anda tahu bagaimana sebuah buku paket pelajaran disusun? Ya, dari rapat konten dan tata bahasa. Darimana rapat itu ada, dari sekian hasil simulasi experimen dan analisa perhitungan. Darimana rapat dan analisa itu muncul, dari kejadian-kejadian kasuistik di lapangan (jalanan).
Jadi jelaslah bahwa ilmu yang sampai ke sekolah adalah ilmu modifikasi yang sudah tingkat ke berapa (jauh...), yang sudah diilmiahkan, yang sudah dibahasakan sedemikian susahnya hingga amat sulit diterima ditelaah otak kita, terlebih bawah sadar kita. Jadi, wajarlah kalau puluhan juta penduduk negeri ini stress ringan hingga berat dan kebanyakan dari mereka adalah pengangguran, pengangguran berpendidikan.
Belajar dari tukang pecel lele, akan dapat ilmu bak berlian Anda. Tapi, belajar ilmu pecel lele dari buku paket mata kuliah memasak pecel lele, Anda akan dibuat pusing dan mual-mual seperti menelan sampah.
Argumentasi ini semakin dikuatkan oleh Pa Waidi pakar NLP, yang notabenenya adalah pengajar tingkat pasca sarjana. Berkesempatan berkunjung ke rumah beliau saya mendapat penjelasan yang cukup logis tentang kebenaran argumentasi bahwasannya sistem pendidikan saat ini masih cenderung 'membodohkan'.
Betapa tidak, dalam sudut pandang NLP, otak memiliki fungsi sebagai alat pemersepsi, karena itu berlaku rumus 'segala sesuatu itu di alam ini netral, yang membuatnya menjadi positif atau negatif adalah pikiran kita sendiri'.
Artinya, positif dan negatif, pertumbuhan atau dekadensi, proses elevasi atau depresi, dipengaruhi pada bagaimana otak kita bekerja mempersepsikannya. Sehingga, ketika otak kita diajak semakin terbuka, maka semakin luas pula sudut pandangnya, dan semakin 'jembar' pula kesempatan untuk memandang segalanya dengan sudut pandang terbaik, terpositif.
Namun, akan terjadi sebaliknya, ketika sudut pandang otak kita dipersempit oleh traktat aturan kita sendiri, maka kita akan semakin negatif, semakin terdekadensi dan berlaku depresif, alias menjadi semakin bodoh. Dan bukankah itu yang terjadi di sekolahan2 kita. Dogma-dogma macam ini berkembang pesat : Bisnis itu jelek, ekstrakurikuler tidak boleh mengganggu kegiatan akademik, begini salah, begitu salah, kiblat pembelajaran adalah buku paket dan pemikiran sang guru, urun pendapat itu menakutkan, mencoba-coba diluar materi pelajaran itu berbahaya, tidak rajin belajar akan menyebabkan tidak lulus ujian, setiap kesalahan dibayar dengan sangsi tetapi tidak setiap prestasi diberikan penghargaan.
Otak menjadi terprogram demikian sempit menyudut. Akibatnya lahirlah generasi yang kerdil, yang rela melupakan proses pengembangan bakat hanya untuk mengejar nilai akademis. Yang rela begadang semalaman, panik setengah mati menghadapi ujian, seolah-olah nilai jelek saat ujian adalah kematian. Guru adalah sumber ilmu tak terbantahkan, kiblat kesuksesan adalah pada tingginya rangking, ah, begitu banyak pandangan bodoh yang dibentuk dari aktivitas bernama 'sekolah."
Lihat saja teman2 saya, sudah puluhan kali ikut ujian tetap saja mereka panik setiap kali akan menghadapinya. Sudah berribu-ribu bab materi mereka pelajari, tetap saja mereka habiskan waktu untuk itu itu saja, padahal sudah terjadi, materi dua semeter lalu sudah lupa semester kemarin. materi semester kemarin lupa saat ini. dan materi saat ini akan lupa sesemester lagi.
Bayar mahal-mahal ke sekolah, relakah kita hanya untuk menjadi lebih bodoh. Padahal ada begitu banyak jalanan diluar sekolah yang mengandung banyak berlian, tidak harus bayar dengan uang banyak, cukup buka pikiran seperti parasut.
Dari Om Bob, ada banyak sekali materi-materi yang jauh lebih berharha dari berbab-bab mata pelajaran, akan saya sampaikan di judul postingan lainnya, lain waktu. Salam Zero.
No comments:
Post a Comment