Tuesday, December 16, 2008

Spiritual Salah Kaprah

Sebuah buku menarik yang dibilang-bilang antitesis dari ESQ. Menurut sang penulis, kecerdasan sipritual tidak dapat dicapai dengan stimulasi-stimulasi Indrawi sebagaimana dilakukan di training ESQ, gelegar tatasuara, spektakuler multimedia dan kelihaian trainer berpublicspekaing.

Salah satu indikasi atas ini adalah, stimulan macam itu akan menjadi sesuatu yang sangat mengesankan di kali pertama tetapi bila sudah terbiasa, maka akan tidak memberikan efek apa-apa (kebal). Disinggung-singgung pula soal spiritual artificial dan braingame.

Tentu kehadiran buku ini menjadi tambahan khasanah perkembangan dunia spiritualitas di negeri ini. Saya sangat sependapat dengan pemikiran beliau bahwasannya spiritualitaas versi barat bisa jadi salah kaprah, mereka masih berbicara pada tataran dimensi otak belum sampai ke ruh.

Namun demikian, upaya stimulasi artificial spiritual apalagi braingame tidaklah kita jumpai di training ESQ. Dan training ESQ sendiri bukanlah sebuah wahana spiritualitas sekuler, sangat jelas di training ini spiritualitas amat synergys dengan kedalaman religi agama tertentu (Islam) walau secara cerdas dikemas universal.

Menarik bagi saya bahwa antitesis Abu Sangkan terhadap ESQ sudah di jawab Ary Ginanjar Agustian dan semua kadernya di setiap training sedari bertahun-tahun lalu. Di setiap training, trainer selalu bertanya pada peserta "Jadi, training kita yang sesungguhnya kapan?" jawabnya adalah training yang sesungguhnya adalah ketika kita keluar dari ruang training, menunaikan sholat Isya, dan terus, terus, terus, hingga mati menjemput. Trainernya adalah Allah SWT, sertifikat dibagikan di padang Mahsyar.

"Lalu dua hari disini kita ngapain?" Trainer melanjutkan pertanyaa, dan jawabannya : "bersenang-senang....".

di ESQ sama sekali tidak ada manipulasi apalagi doktrinasi, sama seperti membaca buku, atau berwisata, seperti itulah training ESQ. Jadi, saya berseberangan dengan Abu Sangkan bahwasannya jalan spiritualitas tidak bisa dicapai melalui indrawi. Bila memang begitu, untuk apa kita membaca, untuk apa kita wisata rohani bahkan untuk apa kita sholat melibatkan gerakan tubuh dan panca indera kita.

Alih-alih saya serius memperhatikan tesis dan atitesis ini, saya mendapati satu testimoni peserta trainingnya Ary Ginanjar juga yang sudah ikut training Sholat Khusu' nya Abu Sangkan, testimoni dari orang tersebut menyebutkan. Beliau mendapat kesan yang begitu membekas pada training ESQ, namun merasa kurang (terkesan tradisional, bahasa beliau) ketika mengikti training sholat khusyu'.

Lepas dari semua itu, hendaklah kita ambil yang baik, buang yang buruk, untuk produk pendidikan karakter yang lebih baik".

Nyatanya, spiritualitas tidak cukup dengan 2 hari training, tidak pula cukup dengan aktivitas ruhiyah macam meditasi tanpa menjalankan yang sudah disyariatkan. Tubuh, otak dan ruh itu synergy, ya kita synergykan saja untuk terus dan terus melakukan pencarian akan jatidiri menuju pencarian akan Tuhan.

Dan dari buku lain saya mendapati satu hal menarik, bahwasannya Spiritual Intelegence bukanlah puncak kecerdasan, ada satu lagi yakni Fitriah Intelegence.. pencarian tanpa ujung untuk hal itu.

3 comments:

  1. Asswrwb.
    Salam kenal, bahasan anda sangat menarik untuk dibaca dan dihayati. Ada 1 hal yang perlu kita ingat bersama bahwa sesama muslim adalah bersaudara & marilah kita saling mendukung dalam kebaikan. Saya yakin dalam ESQ dan Shalat Khusu' ada titik temunya yang saling menguatkan. Kalau kita pandai meramunya, 2hal ini akan menjai potensi luar biasa bagi kemajuan umat.
    terima kasih
    MUZAKKAR

    ReplyDelete
  2. Semua pengalaman biologis pada dasarnya adalah pengalaman ruhaniah. #RadiksSpirit www.Radiks.co.id
    https://twitter.com/RadiksSpirit/status/497639831665537024/photo/1

    ReplyDelete